SBSINews –Joana Stoomtram Maatschappij, perusahaan kereta api swasta, pada sekira 1915. Sumber : https://www.geheugenvannederland.nl

Buruh kereta api di Hindia Belanda mogok kerja besar-besaran selama hampir tiga bulan. Dari Mei sampai Agustus 1923. Lebih dari 10 ribu buruh kereta api rendahan (penjaga palang kereta, tukang wessel, pengawas rel, juru api, tukang rem, dan kuli plat) milik negara dan swasta turut serta dalam pemogokan.

Sebagian besar buruh rendahan kereta api berwadah di dalam VSTP (Vereeniging van Spoor en Tramweg Personeel/Serikat Kerja Buruh Kereta Api dan Trem Listrik). Tuntutan buruh kereta api bertumpu pada kesejahteraan. Tetapi perusahaan kereta api negara dan swasta enggan memenuhi tuntutan tersebut. Mereka memecat buruh demi meredakan mogok kerja.

Tindakan perusahaan kereta api beroleh sokongan dari pemerintah kolonial. Pengejaran dan penangkapan menimpa sejumlah tokoh VSTP. Pemerintah kolonial lalu membatasi aktivitas VSTP melalui sejumlah aturan.

“Setelah pemogokan tersebut usai, bagian-bagian anti pemogokan ditambahkan pada Hukum Pidana pada bulan Mei 1923 sebagai senjata ampuh untuk penggunaan di masa yang akan datang,” tulis John Ingleson dalam “Pemogokan Buruh Kereta Api”, termuat di Tangan dan Kaki Terikat: Dinamika Buruh, Sarekat Kerja dan Perkotaan Masa Kolonial.

VSTP akhirnya menjadi organisasi terlarang pada akhir 1926. Hilanglah serikat buruh pembela nasib dan kepentingan buruh kereta api rendahan. Yang tersisa hanya Spoorbond (Perhimpunan Pekerja Kereta Api) untuk buruh kelas 1 (ambtenaar) seperti juru tulis, teknisi, tenaga administratif, masinis, dan kondektur.

Spoorbond memiliki kepentingan berbeda dengan buruh kereta api rendahan. Keadaan buruh kelas 1 lebih baik daripada buruh rendahan. “Mereka adalah pekerja yang bergaji agak tinggi dan memiliki banyak jaminan kerja,” tulis Kalam Jauhari dalam Radikalisasi Buruh Kereta Api di Perkotaan 1914—1926, tesis di Program Studi Ilmu Sejarah, Universitas Gajah Mada.

Nasib buruh rendahan kereta api tidak banyak berubah setelah pemogokan besar-besaran. Jam kerja panjang, ketiadaan jaminan, dan upah rendah. Mereka merasa perlu membuat serikat lagi. Mereka memandang serikat kerja berperan dalam memperkuat posisi mereka di hadapan pemerintah kolonial dan perusahaan.

Strategi Kooperasi
Tetapi buruh kereta api rendahan menginginkan serikat ini nantinya terlepas dari ikatan atau afiliasi politik manapun dan menahan diri dari konflik terbuka dengan perusahaan dan pemerintah kolonial.

Setelah pemogokan buruh-buruh kereta api di bawah VSTP dan perlawanan Partai Komunis Indonesia pada 1926, pemerintah kolonial mulai bertindak keras terhadap aktivitas kaum pergerakan dan organisasi pendukungnya. Karena itu, buruh kereta api rendahan mengubah strategi serikat kerjanya menjadi kooperatif dengan pemerintah kolonial dan perusahaan.

Kecenderungan tersebut tampak pada aktivitas Perhimpoenan Beambte Spoor dan Tram (PBST). Serikat buruh kereta api baru ini berdiri di Bandung pada 10 Juli 1927. Pemimpinnya antara lain Wiriaatmadja, Soemodinoto, dan Wiriosoeharto.

Beambte berarti buruh rendahan atau buruh kelas 2. Ini menggambarkan latar belakang anggota mereka. Tapi Beambte di sini tidak mencakup semua buruh kereta api rendahan di berbagai perusahaan kereta api. PBST hanya beranggotakan buruh-buruh perusahaan kereta api milik pemerintah (Sumber: historia).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here