Koalisi Pesisir Kendal-Semarang-Demak (KPKSD) Pelajari krisis sosial-ekologis dan tinjau ulang TTLSD karena memperparah amblesan tanah dan banjir Semarang

Pertama, kami mengucapkan ikut berduka cita terhadap 4 orang yang tewas dan semua korban yang lainnya sehubungan dengan adanya banjir di Semarang belakangan ini. Kami harap, pemerintah dapat memberikan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap para korban banjir.

Kedua, kami ingin memberikan tanggapan terhadap program penanganan banjir di Semarang. Dalam pemberitaan di media, perbincangan tentang banjir di Semarang banyak tersedot oleh tema seperti curah hujan yang lebat, pompa yang tidak bekerja atau kapasitasnya tidak cukup, saluran drainase yang tidak bersih dan perubahan ekologi di bagian atas beberapa daerah aliran sungai dari yang seharusnya tidak terbangun namun pada kenyataannya dijejali bangunan-bangunan baru sehingga fungsi ekologinya sebagai area tangkapan/serapan/resapan air tidak bekerja dan air melimpas ke bagian bawah/pesisir kota yang memang sudah rawan banjir rob.

Selain itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo (GP), dan Walikota Semarang, Hendrar Prihadi (HP), menyampaikan di media tentang solusi penanganan banjir di Semarang dalam bentuk infrastruktur raksasa Tol dan Tanggul Laut Semarang-Demak (TTLSD).

Nampaknya, momen banjir Semarang kali ini dipakai oleh GP dan HP untuk mempromosikan proyek TTLSD sebagai solusi terhadap banjir di Semarang. Kami, Koalisi Pesisir Kendal-Semarang-Demak memiliki pendapat yang berbeda.

Pendapat ini kami rumuskan melalui penelitian kolaboratif selama sekitar 8 bulan pada tahun 2019. Hasil penelitian itu telah kami sampaikan dalam buku bertajuk “Moleh dadi Segoro: Krisis Sosial-Ekologis di Kawasan Pesisir Semarang-Demak”/Mds. Di dalam buku tersebut, kami mempelajari krisis sosial- ekologis amblesan tanah (land subsidence) di Semarang, proyek TTLSD, dan hubungan keduanya dengan banjir. Amblesan tanah menjadi isu yang sangat penting karena turut meningkatkan resiko

Kota Semarang mengalami banjir. Kawasan yang kerap dilanda banjir seperti Kaligawe setiap tahunnya mengalami amblesan tanah sekitar 10 cm. Kami melihat amblesan tanah sebagai krisis sosial-ekologis, yaitu suatu krisis ekologis yang berakar pada bagaimana kondisi sosial bekerja.

Sependek yang dapat kami ikuti, sudah ada 5 faktor yang diidentifikasi sebagai penyebab amblesan tanah di Semarang, yaitu:
1) ekstraksi air tanah
2) pembebanan bangunan/struktur
3) aktivitas tektonik
4) kompaksi sedirmen alluvial di bawah Kota Semarang
5) pengerukan secara reguler di Pelabuhan Tanjung Emas yang menyebabkan bergeraknya sedimen di bawah Kota Semarang ke arah laut.

Penyebab-penyebab seperti ekstraksi air tanah dan pembebanan adalah kondisi “sosial” yang kami maksud sehingga menimbulkan krisis ekologis berupa “amblesan tanah”. Kondisi “sosial” itu berhulu ledak lewat hukum dan kebijakan (aturan PSN, aturan tata ruang, aturan zonasi wilayah pesisir, dan terbaru yaitu “omnibus law”) yang diaktifkan detonatornya oleh pemangku kewenangan dari pusat hingga daerah.

Catatan kami dalam Mds juga telah menunjukkan, bahwa terdapat perbuatan aktor negara yang merintangi atau membangkangi hukum (obstruction of justice), dimana perbuatan terstruktur dan tersistematis itu nyata merintangi akses terhadap keadilan sosial-ekologis bagi masyarakat dan lingkungan di pesisir Kendal-Semarang-Demak. Di sini kami ingin menguji kemasukakalan proyek TTLSD dalam hubungannya dengan pencegahan atau memperparah banjir di Semarang.

Tidak terlalu susah untuk memahami bahwa infrastruktur raksasa seperti TTLSD (melalui komponen-komponennya serta kendaraan yang akan melintas di atasnya) adalah satu penambahan beban yang sangat banyak terhadap kawasan utara Kota Semarang. Ini artinya, mengacu ke berbagai jenis penyebab amblesan tanah yang sudah kami sampaikan di atas, dia akan menyebabkan amblesan semakin parah, dan pada ujungnya membuat Kota Semarang bagian utara semakin rentan dihantam banjir.

Dengan demikian, kalau cara berpikir ini diikuti, infrastruktur raksasa seperti TTLSD bukannya akan menyelesaikan masalah, tapi justru berpotensi menambah masalah/krisis. Karena itu, kami meminta kepada:

1. Warga Semarang dan sekitarnya; untuk mempelajari krisis sosial-ekologis di kawasan Semarang dan sekitarnya sesuai dengan kemampuan/kesempatan Anda. Bisa diawali dengan membaca buku Mds yang link-nya kami sampaikan di atas. Informasi yang lebih detil bisa didapatkan dengan mudah di internet atau silakan kontak kami (Koatisi Pesisir Kendal-Semarang-Demak) untuk diskusi lebih lanjut.

2. Pemerintah; untuk meninjau ulang proyek TTLSD dengan jalan mengurai: 1) permasalahan amblesan tanah dalam konteks berbagai jenis penyebabnya; 2) relasi amblesan tanah
dengan banjir

3) dampak pembebanan proyek TTLSD terhadap kemungkinan menimbulkan amblesan tanah yang makin parah, dan dengan demikian risiko kebanjiran lebih tinggi.

Penulis
Kornel Gea
Jubir KPKSD

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here