SBSINews – Sekitar 40 ribu buruh dari berbagai serikat pekerja bakal melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR RI pada Rabu (2/10).
Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S. Cahyono, mengatakan aksi ini merupakan bentuk penolakan kaum buruh terhadap revisi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Tuntutannya ada tiga, yang pertama itu kita tegas menolak revisi UU 13 Tahun 2003 karena ada indikasi justru akan mereduksi hak-hak buruh yang saat ini sudah didapatkan,” kata Kahar saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (1/10).
Dua tuntutan lainnya adalah menagih janji Presiden Joko Widodo merevisi PP Nomor 78 Tahun 2015 dan menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Kahar mengatakan aksi ini juga akan digelar di daerah lainnya, di antaranya Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatra Utara, dan Kepulauan Riau.
Selain KSPI, aksi unjuk rasa juga akan melibatkan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, Asosiasi Pekerja Indonesia, Serikat Pekerja Nasional, Federasi Serikat Pekerja Energi Minyak dan Pertambangan, Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan, Federasi Serikat Pekerja Percetakan dan Penerbitan Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi, Komite Aksi Transportasi Online, dan guru honorer dari elemen PGRI.
“Kalau di Jakarta sekitar 40 ribu yang di DPR RI. Kemudian di daerah-daerah lain mencapai ribuan. Kemarin rapat perdana itu kita estimasi sekitar 150 ribu dari sepuluh provinsi yang akan bergerak,” tutur dia.
Kahar juga berkata aksi unjuk rasa ini kelanjutan dari pertemuan serikat buruh dengan Jokowi di Istana Bogor, Senin (30/9).
Dia meminta aparat kepolisian untuk mengawal aksi unjuk rasa sesuai aturan. Sebab serikat buruh sempat ditahan dan ditangkapi saat memprotes RUU Ketenagakerjaan di Gedung MPR/DPR RI ketika Sidang Tahunan MPR beberapa waktu lalu.
“Kami juga menyerukan dan meminta aparat kepolisian dalam menyikapi unjuk rasa tidak menggunakan pendekatan kekerasan. Bukan hanya buruh, bahkan (penanganan) aksi kawan-kawan mahasiswa saat ini banyak represif, bahkan ada yang sampe meninggal dunia, kita menyesalkan itu. Kami minta agar ruang demokrasi dibuka,” ujar Kahar. (Sumber: CNNIndonesia)