Catatan Malam
SBSINews – Presiden telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No. 76 Tahun 2020 tanggal 7 Juli 2020 lalu, yang merupakan perubahan atas Perpres No. 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Prakerja. Perpres baru ini terbit sebagai upaya memperbaiki pelaksanaan program kartu Prakerja, yang selama berproses di gelombang pertama sampai ketiga banyak menimbulkan polemik di masyarakat, hingga KPK mengeluarkan tujuh rekomendasai perbaikan terhadap pelaksanaan kartu Prakerja ini.
Membaca Perpres No. 76 ini sebenarnya tidak banyak perbaikan yang signifikan dalam hal pelatihan. Perpres ini malahan lebih melegitimasi peran perusahaan platform digital dalam menyediakan pelatihan bagi peserta program kartu Prakerja, yang memang selama ini dikritisi masyarakat dan KPK.
Walaupun demikian dalam proses pendaftaran calon peserta, Pepres 76 ini membuka proses pendaftaran offline bagi daerah yang memiliki masalah dengan jaringan telekomunikasi dengan lebih melibatkan pemerintah daerah. Demikian juga dengan pendaftaran online, proses pendaftaran juga diamanatkan melibatkan lembaga lain seperti BPJS ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan untuk lebih meyeleksi calon penerima sehingga kartu prakerja ini lebih tepat sasaran.
Mengingat tidak banyaknya perbaikan yang dimunculkan Pepres ini, justru yang mencuat dalam beberapa pemberitaan media adalah kehadiran Pasal 31C ayat (3) dan Pasal 31B.
Pasal 31C ayat (3) mewajibkan penerima kartu prakerja yang tidak memenuhi Pasal 3 ayat 2, 3, 4 dan 5 (peserta adalah pencari kerja, pekerja yang terPHK, pekerja yang dirumahkan, bukan penerima upah seperti pekerja mikro, dsb) harus mengembalikan bantuan biaya pelatihan dan insentif. Menurut saya Pasal 31C ayat (3) adalah tidak tepat.
Bahwa seharusnya dengan proses ketat yang sudah ditentukan dalam Perpres 76 ini yaitu proses rekrutmen peserta kartu prakerja dengan mengacu pada Pasal 11 ayat (1a) tentang proses penerimaan calon peserta kartu prakerja berdasarkan data kependudukan atau data lainnya yang dikelola instansi pemerintah, lalu Pasal 11 ayat (1b) yaitu Komite Cipta Kerja bekerja sama dengan Lembaga seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, dsb, seharusnya Komite Kerja sudah benar-benar melakukan proses seleksi yang ketat dan benar sehingga peserta yang direkrut benar-benar sesuai Pasal 3 ayat 2, 3, 4 dan 5. Bila ada peserta yang tidak memenuhi Pasal 3 ayat 2, 3, 4 dan 5 maka hal tersebut merupakan kelalaian Komite Cipta Kerja yang tidak mampu menseleksi calon peserta sesuai ketentuan.
Seharusnya justru Komite Cipta Kerja yang tidak mampu menseleksi dengan baik tersebut yang diberi evaluasi dan sanksi sehingga ke depannya mereka bisa bekerja dengan lebih profesional lagi. Bukankah Komite Kerja sudah diberikan mandat untuk memproses secara selektif dengan melakukan kerja sama dengan beberapa lembaga, untuk memastikan peserta yang diterima benar benar telah sesuai ketentuan yang ada.
Kalau orientasinya menghukum peserta dengan disuruh mengembalikan bantuan biaya pelatihan dan insentif maka pasal ini membuat Komite Cipta Kerja akan “seenaknya” bekerja tanpa beban sehingga berpotensi pelaksanaan kartu prakerja tidak akan maksimal. Jangan salahkan peserta karena kelalaian pelaksana seleksi.
Terkait dengan Pasal 31B yang memberikan imunitas kepada Komite Cipta Kerja atas tindakan yang dilakukannya dengan itikad baik, menurut saya pasal ini pun kurang tepat. Kalimat didasarkan pada itikad baik, saya kira akan subyektif, oleh sebab itu Komite Cipta Kerja seharusnya tidak memiliki imunitas seperti yang dinyatakan di Pasal 31B.
Pasal ini juga membuat Komite Cipta Kerja akan “seenaknya” bekerja tanpa beban, sementara program ini anggarannya sebesar Rp. 20 Triliun. Pasal ini berpotensi membuka ruang terjadinya penyelewengan oleh komite cipta kerja. Potensi besar penyelewengan ada di pembiayaan pelatihan dan kehadiran perusahaan platform digital dengan konten materi pelatihannya.
Oleh karenanya saya mendorong KPK dan masyarakat tetap mengawasi pelaksanaan kartu Prakerja ini sehingga program ini tepat sasaran dan tidak dikorupsi untuk kepentingan segelintir orang.
Program kartu Prakerja ini sangat dinantikan dan diharapkan oleh para pencari kerja, pekerja yang terPHK atau dirumahkan serta pekerja informal yang mengalami kesulitan bekerja lagi, namun kebijakan Pemerintah masih menunda pembukaan gelombang keempat program ini.
Seharusnya Pemerintah mensegerakan pembukaan rekrutmen di gelombang keempat dan selanjutnya sehingga program ini bisa mendukung daya beli pencari kerja, pekerja yang terPHK atau yang dirumahkan serta pekerja informal yang mengalami kesulitan bekerja. Hingga gelombang ketiga baru ada 680 ribuan peserta dari target 5,6 juta peserta.
Dengan pelatihan dan bantuan 600 ribu rupiah per bulan selama empat bulan maka kartu prakerja ini akan membantu daya beli masyarakat sehingga bisa mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi yang sudah terpuruk saat ini. Dana bantuan dan insentif yang dialokasikan Rp. 20 Triliun akan membantu menggerakan barang dan jasa sehingga geliat perekonomian akan semakin meningkat.
Jangan sampai hanya karena ketidakmampuan manajemen program kartu prakerja mengeksekusi program ini rakyat dikorbankan. Presiden Jokowi sudah mengingatkan agar dana yang ada segera dieksekusi, ironisnya dana kartu prakerja sebesar Rp. 20 Triliun sudah ada tapi kenapa tidak segera dilaksanakan. Seharusnya Pak Presiden menegur Menko Perekonomian yang hingga saat ini belum juga membuka pendaftaran kartu prakerja gelombang keempat dan gelombang selanjutnya. Ayo Pak Menko, segerakan membuka lagi pendaftaran kartu prakerja, jangan dibiarkan mandek.
Pinang Ranti, 19 Juli 2020
Tabik
Timboel Siregar