Oleh: Andi Naja FP Paraga
SBSINews – Spontan Pro-Kontra tentang Pembahasan RUU Cipta Kerja meredah setelah Presiden dan Ketua DPR RI sepakat menunda pembahasan RUU yang mengundang polemik berbulan-bulan ini. Namun sangat disayangkan justru Selasa (05/05) Badan Legislasi DPR RI tetap menjalankan Agenda Rapat Dengar Pendapat Umum(RDPU) dengan dua orang Ahli/pakar. Kita berharap Baleg mematuhi kesepakatan Presiden dan Ketua DPR RI sehingga bisa menghentikan semua agenda pembahasan yang sudah dijadwalkan.
Merespon hal tersebut, pada Rapat Kerja LKS Tripartit Nasional Selasa (05/05) yang dihadiri Ida Fauziah Menteri Tenaga Kerja RI ditanya oleh salah satu anggota LKS Tripnas dari Unsur Buruh/Pekerja, Menaker menjawab bahwa pemerintah sudah tidak terlibat terkait pembahasan di Badan Legislasi sebagai wujud komitmen penundaan pembahasan yang telah dibuat oleh Presiden dengan Ketua DPR RI. Lalu untuk apa masih ada pembahasan ?
Saya berpendapat bahwa kata menunda berarti menggeser waktu pembahasan pada kesempatan yang lain dengan waktu yang sudah ditentukan atau belum ditentukan.
Menunda tentu tidak berarti mencabut atau menghentikan pembahasan untuk selama-lamanya. Namun langkah ini cukup efektif untuk meredam ketegangan akibat Pro-Kontra yang memakan waktu cukup panjang. Langkah ini merupakan langkah moderat win-win solution.
Saya teringat upaya Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang dipimpin Prof. Dr. HM. Amien Rais, MA. Ketua MPR – RI Periode 1999 – 2004 yang mengkebut amandemen bahkan dilakukan pada bulan puasa tanpa penolakan yang berarti dan hasilnya tetap menghasilkan Pro – Kontra hingga saat ini dan masih terdengar suara menolak UUD 1945 hasil Amandemen tersebut.
Pemerintah, DPR – RI hingga MPR – RI Periode 1999 – 2004 begitu kuat dan menjadi kekuatan besar yang satu sama lain saling mendukung Amandemen UUD 1945. Sebaliknya kali ini ketika Pemerintah mengomnibus law sejumlah Undang – undang dan disebut sebagai RUU Cipta Kerja bahkan sebahagian besar Fraksi di DPR – RI menyetujuinya sehingga Badan Legislasi DPR telah memulai membahasnya justru dihentikan untuk sementara setelah mendengar pandangan publik.
Hal ini menjadi menarik untuk disimak bahwa perjalanan reformasi Indonesia mengalami pasang surut disetiap Era 5 Tahunan.
Era 2019 – 2024 nampaknya menjadi era surut, padahal yang dibahas hanya Rancangan Undang – Undang (RUU) bukan Amandemen Undang – Undang Dasar seperti Periode 1999 – 2004. Apakah ini bukti pemerintah dan Lembaga Rakyat lebih akomodatif, lebih demokratis, lebih maju dan lebih baik daripada periode awal reformasi.
Saya menilai hal ini adalah langkah mundur yang sangat jauh.
Semestinya Reformasi berjalan ke arah yang lebih baik sehingga setiap fase memiliki prestasi yang menjamin pembuktian Pancasila mendekat pada realita. Apalah artinya pelaksanaan Sila ke – 4 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan yang berlangsung pada sidang – sidang di MPR dan DPR – RI jika tidak bermuara kepada Sila ke-5 Pancasila yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Apakah ini bermakna Reformasi dan Revolusi Mental telah dipetieskan. Langkah sistematis dan konkrit untuk mencapai Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dengan Amandemen UUD 1945 dan memperbaiki undang – undang yang saling tumpang tindih tentu dikorbankan dan hal ini merupakan preseden buruk bernegara. Sepertinya Pemerintah dan DPR RI telah didekrit oleh keinginan penghentian pembahasan RUU Cipta Kerja.(060520)