SBSINews – Lion Air Group: Memotong gaji karyawan, belum membayar THR, belum membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan sejak Februari 2020.

Indrajaya kini pusing bukan main. Sudah dua bulan gajinya hanya dibayar Rp2,8 juta, kurang Rp2 juta dari gaji semestinya. Padahal untuk membayar cicilan rumah saja ia harus menggelontorkan Rp2 juta. Keadaan makin berat karena Lion Air, perusahaan tempatnya bekerja, merumahkan dirinya sejak bulan Juli tanpa digaji.

Indra, kini berumur 57 tahun, bekerja di Lion Air Group sejak 2003 sebagai sopir bus Lion Air di Bandara Soekarno-Hatta. Tugasnya mengantar penumpang dari terminal ke pesawat atau sebaliknya. Ia bekerja “sejak busnya cuma satu dan pesawatnya cuma satu-dua, dan sekarang ratusan pesawat.”

Sekitar 5 tahun berselang ia disekolahkan menjadi marshaller alias personel di darat yang memberi isyarat visual untuk memperlambat, menghentikan, dan mematikan mesin pesawat agar bisa parkir dengan sempurna.

Awalnya Indra membutuhkan bantuan kenek, tapi pengalaman bertahun-tahun membuatnya lihai dan sampai kini ia bisa memarkir pesawat sendirian. Dalam sehari, Indra bisa memarkir lebih dari 40 pesawat. (Ia pernah mendapat best key performance atas pekerjaannya ini.)

Pekerjaan itu ia lakoni sampai akhir Juni lalu. Kendati telah bertahun-tahun bekerja, status Indra hanya pegawai kontrak yang diperbaharui setiap 2 atau 3 tahun sekali, kadang kontraknya habis dan ia tidak meneken kontrak baru tetapi masih terus bekerja.

“Saya itu masih aktif parkir pesawat. Enggak pernah saya dapat peringatan kerja, enggak pernah. Masuk terus!”

Seiring pandemi COVID-19, isu pemutusan hubungan kerja alias PHK menyeruak, tapi atasan-atasannya masih menyemangati seraya mengajak berdoa agar tak ada PHK. Bagai geledek di tengah bolong, tanpa pembicaraan sebelumnya, pada 30 Juni ia menerima dokumen berisi daftar nama pekerja yang dirumahkan. Nama Indra dan 17 pekerja senior lain termasuk di dalamnya. Mereka semua punya satu kesamaan: Berusia di atas 55 tahun.

Indra juga menerima pesan WhatsApp untuk berkumpul di lapangan A71 pada 1 Juli. Namun, karena undangan itu tidak jelas tujuannya dan menurutnya tidak disampaikan secara layak, ia ogah datang.

Dari seorang kawan ia tahu acara itu semacam upacara. Delapan belas karyawan senior yang namanya dalam daftar itu, diminta menyerahkan kartu identitas pekerja untuk ditukar surat yang intinya menyatakan mereka diistirahatkan sejak 1 Juli 2020. Tidak ada keterangan yang menyatakan kapan mereka bisa kembali bekerja dan dari keterangan lisan, mereka tahu tak akan digaji.

“Kami dibuang kayak sampah saja,” kata Indra.

Ramadhan, yang minta namanya disamarkan, seorang porter Lion Air di Bandara Soekarno-Hatta, terkejut melihat tak ada nama dia saat membuka jadwal kerja untuk bulan Juli pada 28 Juni. Semestinya ia masih terikat kontrak hingga November 2020.

Dari pesan WhatsApp atasannya, dia berkata yang namanya tidak tercantum dalam jadwal kerja itu di-PHK. “Enggak ada pemberitahuan sebelumnya. Cuma itu doang,” katanya kepada Tirto pada Senin, 6 Juli, pekan lalu.

Ia diminta datang esok hari ke kantor untuk menyerahkan kartu identitas pekerja untuk ditukar surat keterangan pernah bekerja—veklaring atau paklaring.

Reni dan Fadli—keduanya bukan nama sebenarnya, dua pekerja di Batam Aero Technic, sebuah kantor yang mengurusi perawatan pesawat Lion Air, diminta oleh atasannya untuk berkumpul di hanggar pada Jumat, 26 Juni. Masa kerja kontrak Reni habis pada Juni, sementara Fadli masih memiliki kontrak hingga Mei 2021.

Jumat siang, sekitar pukul 13.30, sekitar 172 orang sudah berkumpul. General Manager HR-GA Batam, Dedeng Ahmadi, mengumumkan PHK terhadap tiga kelompok karyawan. Karyawan yang kontraknya habis.(Tirto.Id/RAT)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here