“Kibarkan Bendera Putih: Perkuat Solidaritas Antar Rakyat & Mari Berjuang Bersama!”

Pada awal pandemi, lapisan terluas yang terkena dampak paling signfikan adalah rakyat miskin. Tidak hanya rentan menjadi korban terpapar Covid-19, namun juga terjungkal secara ekonomi. Kini, setelah satu tahun lebih berjalan, kegagalan pemerintah dalam mengatasi pandemi menyebabkan jumlah masyarakat yang menjerit semakin membesar.

Jika sebelumnya para pekerja informal, pedagang kecil, buruh di sektor pariwisata, serta buruh sektor padat karya telah terdampak kuat, belakangan waktu ekspresi-ekspresi keresahan muncul dari para pedagang yang dulunya relatif mapan, pengusaha kecil di sektor pariwisata, pemilik kedai, wirausaha kafe, rumah makan, rental mobil dan lain sebagainya.

Di berbagai kota mereka mulai mengibarkan bendera putih. Sepanjang kawasan Malioboro, Yogykarta, bendera putih dikibarkan oleh para pedagang. Ratusan kafe dan restoran di Bandung juga berencana mengibarkan bendera yang sama, walau kemudian dibatalkan. Ribuan pedagang kuliner malam di Kota Medan juga telah mengibarkan bendera putih. Pemilik mobil rental di Pamekasan turut mengibarkan bendera putih. Hal yang sama juga terjadi di Surabaya, Mojokerto, Garut, Tegal, Pati dan kota-kota lainnya di seluruh Indonesia. Sementara para pengemudi online, menggunakan pita putih di lengan kiri.

Aksi Bendera Putih adalah bentuk protes atas ketidakmampuan negara mengatasi masalah pandemi dan krisis ekonomi. Bahkan, di tengah kesulitan hidup rakyat, perilaku para pejabat masih tidak menunjukan empati. Justru cenderung kasar dan arogan. Bagaimana bisa di saat rakyat bertaruh nyawa—tanpa bantuan negara —, ada pejabat yang asyik nonton sinetron dan mempostingnya tanpa kepekaan apapun di media sosial. Bagaimana bisa anggota DRR—yang tidak punya kesulitan apapun selama ini—, meminta fasilitas isoman spesial dengan biaya negara.

Sementara pejabat lainnya mengatakan pandemi sudah terkendali. Pernyataan ini disampaikan dengan nada menantang. Padahal saat itu semakin banyak rakyat yang meninggal karena fasilitas kesehatan yang kolaps. Beberapa pejabat memang pada akhirnya meminta maaf, namun itu terasa seperti basa-basi yang kadaluarsa. Pada kenyataannya, tak ada perubahan kebijakan yang signifikan setelahnya. Lebih jauh lagi, tak ada satu pun pejabat yang mundur atas kegagalannya. Budaya malu telah benar-benar hilang dalam lingkungan kekuasaan.

Di sisi lain, upaya vaksinisasi juga berlangsung lambat dan tidak merata. Berbagai liputan media massa menunjukan di banyak tempat, ketika rakyat semakin antusias untuk divaksin, justru malah kehabisan stok. Padahal dengan efektifitas vaksin yang bertahan hanya 6 bulan, maka keserentakan vaksinisasi di seluruh Indonesia adalah salah satu upaya kunci terbentuknnya kekebalan komunitas. Kecepatan vaksin untuk kekebalan komunitas juga akan mengurangi resiko mutasi baru Covid-19.

Seluruh kegagalan pemerintah ini begitu kasat mata. Ini adalah pelanggaran terhadap konstitusi, yang berbunyi, “ …melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah“. Pemerintah dengan sengaja mengabaikan dan berusaha untuk berkelit dari penerapan Undang-Undang Karantina Kesehatan No 6 tahun 2018. Dalam Undang-Undang tersebut pemerintah diwajibkan menjamin kebutuhan hidup warga selama karantina ketika ada wabah penyakit.

Kegagalan demi kegagalan bukan disebabkan negara tidak punya dana yang cukup. Sebab yang menonjol karena pemerintah tidak mau memprioritaskan kehidupan dan keselamatan warga sebagai prioritas utama. Pemerintah menggunakan pendekatan ekonomi dalam mengatasi masalah kesehatan. Dan selama satu tahun lebih berjalan, pendekatan itu terbukti gagal dan menyakiti rakyat.

Atas dasar penilaian-penilaian itu dan didorong oleh kemendesakkan situasi, pertama-tama kami ingin menyatakan dukungan kepada AKSI KIBARKAN BENDERA PUTIH di seluruh Indonesia. Ini adalah ekspresi rakyat yang sah, jujur dan sepenuhnya benar.

Dalam hal ini kami sekaligus menuntut:

1. Negara harus fokus pada keselematan dan kesehatan warga. Keselamatan warga negara adalah hukum tertinggi.

2. Sebagai wujud pertanggungjawaban dan komitmen moral, maka seluruh gaji pejabat negara
( termasuk fasilitas dan tunjangan), dari pusat sampai tingkat Kabupaten/Kotamadya harus dipotong sebesar 50 % selama pandemi. Dana tersebut dialihkan untuk pemenuhan kebutuhan warga.

3. Anggaran proyek-proyek infrastruktur yang tidak ada hubungannya dengan keselamatan dan kesehatan warga (yang besarnya di APPBN 2021 mencapai Rp 417 trilyun) wajib dipotong 50 %. Dana tersebut seyogyanya digunakan demi pemenuhan kebutuhan warga selama pandemi.

4. Negara menjamin kelangsungan hidup rakyat dengan memberikan Bantuan Langsung Tunai sebesar 2 juta Rupiah perbulan kepada rakyat yang terdampak pandemi.

5. Negara harus segera mengambil alih perusahan-perusahan yang bangkrut, guna mencegah terjadinya PHK massal. Pengelolaan lebih lanjut perusahaan-perusahaan tersebut diserahkan kepada pekerja/serikat buruh.

6. Menambah fasilitas, kuota dan kecepatan distribusi vaksin di seluruh daerah. Upaya ini agar segera terjadi percepatan vaksiniasasi yang merata di seluruh wilayah Indonesia sampai ke pelosok-pelosok daerah.

Pada kesempatan ini kami juga menyerukan kepada seluruh federasi anggota KPBI dan seluruh massa buruh di seluruh Indonesia, untuk segera mengibarkan Bendera Putih. Kibarkan bendera putih di sekretariat, di pabrik, di pelabuhan, di perkebunan, di terminal, di bandara, di kantor-kantor, di hunian buruh dan di gang kampung.

Sudah cukup derita ini, jangan pasrah, ayo bergerak !

Narahubung:
Ilhamsyah 081219235552
Jumisih 08561612485
Damar Panca 081298853283

(Redaksi SBSINEWS)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here