Catatan Siang
Oleh: Timboel Siregar
Sistem kerja alih daya atau outsourcing (OS) yg diatur di Pasal 64 – 66 UUK merupakan keniscayaan secara hukum dan bisnis. Putusan MK yg menyatakan OS tidak bertentangan dengan UUD 45 menjadi dasar keniscayaan secara hukum sedangkan pengusaha yang harus fokus pada bisnisnya dan pekerjaan penunjang bisa diserahkan kepada pihak ketiga agar perusahaan lebih efisien merupakan keniscayaan secara bisnis.
Ditengah keniscayaan tersebut, persoalan HI yang dialami pekerja OS pun terus menerus muncul. Upah dibawah UMK/P, PKWT terus menerus, lembur tdk dibayar, upah dipotong, tidak didaftarkan pada 5 program Jamsos merupakan persoalan – persoalan yang kerap kali dan sering dialami pekerja OS. Apalagi dengan kinerja pengawas ketenagakerjaan yang masih lemah maka pekerja OS masih sulit untuk mendapatkan hak – hak normatifnya.
Terbitnya permenaker Nomor 11/2019 yg mempermudah proses perijinan perusahaan OS merupakan hal yang akan mendorong pelanggaran hak – hak normatif pekerja OS semakin luas dan marak. Yang diharapkan pekerja adalah adanya perusahaan OS yang berkualitas yang mau dan mampu mematuhi hak-hak normatif pekerja sesuai hukum positif yang ada maupun putusan MK.
Dengan proses perijinan yang dipermudah maka akan mendorong munculnya perusahaan2 OS yang ala kadarnya yang tidak profesional, yang hanya krn pertemanan atau hanya krn sebagai pensiunan maka bisa membuka perusahaan OS. Demikian juga saat ini marak aktivis SP SB yang menjadi pengusaha OS. Tentunya orang – orang seperti itu adalah orang yang sebenarnya tidak mampu menjadi pengusaha OS tapi karena kedekatan maka bisa menjadi pengusaha OS yang akan mengeksploitasi pekerja.
SP SB harusnya mau menegur hingga memecat aktivisnya yang ikut terlibat sebagai pengusaha OS. Tapi sepertinya SP SB juga membiarkan oknum aktivisnya untuk bermain di dua dunia.
Lahirnya permenaker 11/2019 ini tentunya akan berdampak negatif, yaitu :
1. Pengawasan ketenagakerjaan semakin lemah krn kewenangannya di propinsi sdh diamputasi.
2. Perusahaan OS yang berkualitas dan profesional akan tergeser oleh perusahaan2 OS yangg ala kadarnya sehingga pelaksanaan HI di perusahaan OS akan menjadi buruk.
Saya kira seharusnya permenaker no. 11/2019 mewajibkan seluruh perusahaan OS menjadi anggota ABADI (Asosiasi Perusahaan Alih daya) sehingga pelaksanaan OS bisa jg dikontrol ABADI dan perusahaan OS jadi lebih dijaga kualitas profesionalitasnya. Perusahaan OS yang ala kadarnya akan mencoreng bisnis OS.
3. Akibat pengawasan semakin lemah, sulitnya perusahaan OS dikontrol termasuk dikontrol ABADI maka pekerja OS yg akan menjadi korban akhir.
Saya berharap Pemerintah cq. Kemnaker harus bisa memastikan kualitas profesionalisme perusahaan OS dijaga dan ditingkatkan, tidak malah diobral begini.
Semoga Pak Menaker segera menunda Permenker ini dan merevisinya dgn semangat meningkatkan kualitas perusahaan OS, dan mewajibkan seluruh perusahaan OS menjadi anggota ABADI. Dengan menjadi anggota ABADI maka kontrol terhadap pelaksanaan OS semakin lebih baik.
Pinang Ranti, 23 Agustus 2019
Tabik