Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember bukanlah Mother’s Day, melainkan peringatan akan pergerakan perempuan Indonesia yang diawali dengan Kongres Perempuan I pada 22 Desember 1928, sekaligus pengakuan serta penghargaan atas perjuangan perempuan Indonesia dari masa ke masa.
Karena itu, Peringatan Hari Ibu seharusnya menjadi momentum bagi perempuan di Tanah Air untuk terus bersuara melawan berbagai ketidakadilan dan praktik diskriminasi, serta kekerasan yang tak kunjung mereda mendera perempuan.
Tahun 2021, yang merupakan Peringatan Hari Ibu ke-93, hendaknya semakin meneguhkan perjuangan perempuan di Tanah Air, memperkuat kesadaran perempuan Indonesia betapa pentingnya peran perempuan di berbagai bidang, dan mewujudkan kesetaraan gender dalam berbagai praktik kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kendati situasi dan kondisi perempuan terus mengalami kemajuan di sejumlah bidang, di ranah privat ataupun ranah publik, berbagai fakta menunjukkan perempuan belum terlepas dari praktik kekerasan. Berbagai survei dan kajian menunjukkan betapa selama pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir dua tahun, perempuan mengalami tekanan berlapis. Resiliensi perempuan benar-benar diuji. Selain berjuang melawan virus dan impitan ekonomi yang begitu berat, pada saat yang sama, perempuan juga harus berjuang melawan kekerasan.
Hingga kini, masih banyak perempuan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), baik fisik, psikis, maupun ekonomi. Bahkan, sejumlah perempuan mengalami kekerasan berlapis di ranah publik, baik komunitas/lingkungan tempat tinggal maupun tempat bekerja, juga dari negara. Kasus-kasus perkawinan anak dan kekerasan seksual, serta kekerasan berbasis gender online (KGBO), sangat menonjol selama masa pandemi. Yang paling memprihatinkan, kekerasan seksual hampir tak berhenti. Indonesia berada dalam darurat kekerasan seksual.
Organisasi PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women)
pada Hari Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan Sedunia, 25 November 2021, lalu, dalam laporan bertajuk “Mengukur pandemi bayangan: kekerasan terhadap perempuan selama pandemi COVID-19” menyebutkan bahwa pandemi semakin memperparah kekerasan berbasis gender. Satu dari tiga perempuan, mereka terus menghadapi penderitaan fisik dan/atau kekerasan seksual, dan kebanyakan aksi kekerasan yang mereka alami dilakukan oleh pasangan intim mereka sendiri.
Di Indonesia, data kekerasan terhadap perempuan pada Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPPA) periode 1 Januari 2021 hingga 29 November 2021 tercatat 7.265 kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa dengan 7.408 korban. Sebanyak 5.369 (73,9 persen) kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Kendati berbagai ancaman dan kekerasan membayangi, para perempuan di Tanah Air, tetap bertahan. Perempuan-perempuan korban bersama organisasi dan komunitas perempuan perlindungan perempuan tak pernah berhenti bersuara, stop kekerasan terhadap perempuan. Berbagai regulasi yang melindungi perempuan dari praktik kekerasan dan diskriminasi terus dikawal, seperti Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual pun terus dikawal. Dewan Perwakilan Rakyat didesak segera wujudkan UU tersebut.
Selamat Hari Ibu 2021! Semoga perempuan Indonesia semakin tangguh dan kuat, melewati berbagai tantangan, dan terus berkontribusi bagi kemajuan bangsa, sebagaimana tema Peringatan Hari Ibu 2021 ”Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”.
Sonya Hellen
Sinombor
Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak