Oleh: Prof. DR. Muchtar B.Pakpahan, SH., MA.
SBSINews – Berikut ini terlebih dahulu Saya kutip bunyi Pasal 170 RUU Omnibus Law Cipta Kerja selengkapnya.
Ayat (1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam undang-undang ini dan atau mengubah ketentuan dalam undang-undang yang tidak diubah dalam undang-undang ini.
Ayat (2) Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ayat (3) Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Sebagai orang yang beriman dan sebagai Guru Besar Ilmu Hukum, saya harus mengatakan Pasal ini adalah ancaman bagi kelanjutan atau keberlangsungan NKRI.
Pertama; Hierarki perundang – undangan yang benar adalah I. UUD 1945, II. UU/Perpu, III. Peraturan Pemerintah. Hierarki menurut Pasal 170 ini, I. UUD 1945, II. UU Omnibus/Cipta Kerja, III. Presiden dan PP.
Kedua; Sumpah presiden berbunyi “menjalankan segala undang-undang dan peraturannya selurus-lurusnya”. Ratusan jumlah UU di luar Omnibus Law, seperti: KUHP, KUHAP, KUHPerdata dll. Semua UU tersebut tunduk pada presiden yang acuannya adalah UU Omnibus (Omnibus Law).
Ketiga; Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 berbunyi: Indonesia adalah negara hukum. Salah satu tujuannya agar segala kegiatan atau kebijakan bernegara dan berpemerintahan tunduk pada hukum (UUD, UU, PP dan peraturan lainnya). Sekarang sebagai negara hukum menjadi tunduk pada UU Omnibus/cipta kerja. UU Omnibus sangat potensial membuat presiden menjadi diktator, ini akan menimbulkan pemberontakan, misalnya yang seperti saya akan berteriak dan berjuang terus melawan Pasal 170 ini.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pernah mengatakan Pasal 170 itu salah ketik. Tidak masuk akal salah ketik, karena kalimatnya, silogisnya dan logikanya bersambung, teratur, dan terukur.
Menurut saya Pasal 170 direncanakan dan adanya niat. Hingga sekarang tidak dinyatakan untuk ditarik.
Inilah salah satu yang secara serius ditolak (K)SBSI. Satu-satunya cara menolak yang berdampak adalah aksi pada Senin, 30 April.
Kalau tidak ditolak, pasti disahkan dan akan membahayakan NKRI.
Mohon maaf kalau ada yang belum dikemukakan. Tulisan ini disajikan sesingkat mungkin dan sejelas mungkin.
Prof. DR. Muchtar B.Pakpahan, SH., MA., Guru Besar UTA45 & Ketua Umum DPP (K)SBSI.
saya setujuh omnibus law ditiadakan mengingat masa depan anak cucuk kita, harus lebih menjadi hidup damai sejahtra, sehat jasmani Rohani nya. mengenai Carona adalah juga menjadi wajib bagi semua umat untuk diperangai agar segerah berakhir, jadi kesemuanya (dua-dua)nya tidak ada salah nya kita tiadakan. mari kita bersama-sama satu pikiran satu tekat untuk sehat jasmani dan rohani.