Tidak Dilibatkan Dan Tak Mau Terlibat, Buruh Desak Menaker Hentikan Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Cipta Kerja.
Para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani Nena (KSPSI AGN) menyatakan menolak pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengungkapkan, para buruh tidak dilibatkan dan tak mau dilibatkan dalam pembahasan itu.
“Tidak mungkin buruh yang menolak Undang-Undang Cipta Kerja, kemudian secara bersamaan juga terlibat di dalam pembahasan RPP,” kata Said Iqbal, Sabtu (30/01/2021).
Hal lainnya yang melatari serikat buruh tidak mau terlibat dalam pembahasan RPP itu, lanjut Said Iqbal, karena saat ini KSPSI AGN dan KSPI sedang mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK), terkait UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan.
Dengan demikian, bilamana Mahkamah Konstitusi mengabulkan tuntutan serikat buruh ini, maka pembahasan RPP mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan menjadi sia-sia.
“Patut diduga, Menaker dan Menteri terkait lainnya sedang melakukan pekerjaan yang sia-sia dan tidak menghormati proses hukum yang sedang berlangsung,” tegasnya.
Apalagi, dalam RPP tersebut terdapat pertentangan yang tajam dari isi Undang-Undang.
Misalnya, RPP yang mengatur terkait pesangon. Di mana salah satu pasalnya mengatur pemberi kerja agar bisa membayarkan pesangon lebih rendah dari ketentuan Undang-Undang Cipta Kerja apabila perusahaan merugi.
“Bila itu benar, jelaslah isi RPP itu keliru dan ngawur,” ujar Said Iqbal.
Dia melanjutkan, di dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja yang mengatur tentang pasal pesangon, norma hukum pesangon yang diberikan kepada buruh “harus sesuai dengan ketentuan”.
Bahasa di dalam norma hukum ini berarti, nilai pesangon yang diberikan kepada buruh yang ter-PHK dengan alasan apa pun tidak boleh kurang dari nilai UU Cipta Kerja tersebut.
“Tetapi RPP yang disiapkan oleh Menaker dan kementerian terkait, justru melanggar sendiri norma hukum yang ada di dalam UU Cipta Kerja. Karena mengatur pemberian pesangon yang lebih rendah. Kalau begitu, buat siapa dan bertujuan apa RPP ini dibuat?” bebernya.
Dengan demikian sangat jelas, menurutnya, RPP mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta PHK merugikan buruh.
“Termasuk isi UU Cipta Kerja yang merugikan buruh juga sedang digugat di Mahkamah Konstitusi,” lanjutnya.
Oleh karena itu, KSPI meminta kepada pemerintah, khususnya Menteri yang terkait dengan UU Cipta Kerja, secara spesifik untuk klaster ketenagakerjaan, agar menghentikan pembahasan RPP tersebut.
KSPI meminta meminta Menaker tidak membuat kebijakan yang blunder dan merugikan buruh.
“Buruh Indonesia tetap akan melanjutkan aksi lapangan dan aksi virtual, guna meminta Mahkamah Konstitusi mencabut atau membatalkan UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan,” kata Said Iqbal.
Situasi yang juga sangat tidak berpihak kepada buruh itu, katanya, sebaiknya jangan dimanfaatkan sepihak oleh pengambil kebijakan.
“Di tengah pandemi Covid-19 dan ancaman ledakan PHK ini, sebaiknya kebijakan Menaker jangan keliru dan merugikan buruh,” pungkasnya.
Redaksi SBSINEWS