Oleh : Andi Naja FP Paraga
Pemutusan Hubungan Kerja(PHK) mengancam ribuan pekerja tetap Perusahaan BUMN PT Karakatau Steel
Beberapa media sudah merilis telah terjadi PHK Massal terbesar sepanjang sejarah PHK di Tanah Air. Namun dalam Wawancara KOMPAS TV Direktur Utama PT Karakatau Steel,Tbk membantah adanya PHK, yang ada adalah perampingan Sumber Daya Manusia(SDM) dengan menyerahkan pekerja kepada anak dan cucu perusahaan dengan Perseroan Terbatas (PT) dan Ketentuan yang berbeda.
Menurutnya pekerja akan jadi pekerja di PT OS di Karakatau Steel nantinya.
Hal yang perlu dikritik keras dalam persoalan ini adalah Kalau status pekerja berubah dari pekerja tetap di induk perusahaan lalu dipindahkan ke perusahaan lain dengan alasan perusahaan tersebut adalah anak-cucu perusahaan PT Karakatau Steel Tbk, sesungguhnya adalah sudah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja(PHK).
Apalagi disebutkan status pekerja menjadi Operasional Security (OS) di anak cucu perusahaan. Tindakan ini sudah termasuk kejahatan kemanusiaan.
Mengapa?
Karena status para bekerja tersebut sebelumnya adalah PEKERJA TETAP dengan status yang jelas lalu diubah menjadi pekerja dengan status yang tidak jelas.
Hidup dalam ketidakpastian Job Security (JS), Income Security (IC) dan Social Security (SS) apalagi dalam pemindahan tersebut belum diakhiri dengan PHK oleh PT KS dengan diberikan hak – haknya selaku pekerja sesuai aturan di PT. KS.
Tindakan ini bisa dikategorikan Kejahatan karena ada hak – hak pekerja yang belakang (Uang Pesangon) yang tidak terbayarkan.
Didalam Undang-undang tidak dikenal istilah anak atau cucu perusahaan karena badan hukumnya masing-masing sudah berbeda. Kesalahan Kebijakan Direktut Utama PT. KS ini jelas sebuah tindakan yang berbahaya bagi nasib ribuan pekerja tetap yang mengalami PHK tersebut.
Berdasarkan pengalaman, persoalan tersulit yang dihadapi ketika hal ini dilaporkan kepada Pihak Kementerian Ketenagakerjaan RI adalah karena Kemnaker RI harus berhadapan dengan Kementerian BUMN dimana tentu dua kementerian ini memiliki kepentingan yang berbeda. Kementerian BUMN tentu akan berupaya melindungi Perusahaan BUMN tersebut sedangkan Kementerian Ketenagakerjaan RI akan berupaya melindungi para pekerja dimana sulit ditemukan solusinya.
Tingkat kesulitan seperti ini jarang menemukan titik temu. Mungkin lebih mudah 100 kali berhadapan dengan Perusahaan Swasta dengan persoalan yang sama.
DPR RI Periode 2009 – 2014 pernah menangani persoalan yang sama terhadap Pekerja PT PERTAMINA ACEH TAMIANG lantas menerbitkan rekomendasi mempekerjakan kembali para pekerja yang ter-PHK namun pihak Pertamina tak kunjung menerimanya walaupun kami telah berusaha memperjuangkannya dengan upaya-upaya mediasi dengan pihak Kementerian BUMN.
Tingkat kesulitan yang sama pun dialami oleh Pekerja PT Pelindo I Medan, walaupun sudah menempuh semua upaya untuk dipekerjakan kembali termasuk melakukan aksi Long March (Jalan Kaki) dari Kantor PT Pelibdo I Medan ke Istana Negara dengan jarak tempuh 40 hari Perjalanan akhirnya harus berakhir dengan kekalahan di Pengadilan PHI Medan.
Waspadalah anda dan kita menjadi Korban PHK berikutnya dengan alasan perampingan. (09/07/19)