SBSINews – Ia seorang guru, kemudian menjadi pengusaha, mendirikan penerbit Erlangga. Airlangga atau sering pula ditulis Erlangga, adalah pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Airlangga berarti “Air yang melompat.” Erlangga lahir tahun 990. Ayahnya bernama Udayana, raja Kerajaan Bedahulu dari Wangsa Warmadewa. Ibunya bernama Mahendradatta, seorang putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang.
Sebagai seorang raja, dia memerintahkan Mpu Kanwa untuk mengubah Kakawin Arjunawiwaha yang menggambarkan keberhasilannya dalam peperangan. Nama Erlangga sampai saat ini masih terkenal dalam berbagai cerita rakyat, dan sering diabadikan di berbagai tempat di Indonesia. Dari cerita di atas, penerbit Erlangga kerap kali dianggap didirikan orang Jawa Timur, padahal pendiri penerbit Erlangga adalah orang Batak. Pendirinya sendiri terinspirasi dari kisah seorang raja ini, membuat nama penerbitnya Erlangga.
Penerbit yang sudah lebih dari 60 Tahun melayani pembacanya ini didirikan oleh Marulam Hutauruk. Marulam adalah seorang putra Batak kelahiran Sipoholon, Tapanuli Utara, hasil didikan zending gereja. Dirinya seusai studi di Tarutung, kemudian menjadi guru di Semarang, puncaknya menjadi Kepala Sekolah. Awalnya, sebagai guru Marulam tak mau hanya berpangku tangan, lalu membuat stensilan untuk bahan ajar anak didiknya. Lama-lama berkembang berniat menulis buku sendiri, sebagai bahan ajar.
Masa itu masa penjajahan Belanda, dia merasakan kesulitan yang sangat, isi buku-buku yang tersedia nirnasionalisme, semuanya memuji kolonial Belanda. Selain itu, dia melihat banyak muridnya yang tak bisa belajar dengan baik karena minimnya buku ajar berbahasa Indonesia. Buku pelajaran dalam bahasa Indonesia yang waktu itu sangat minim dan sulit diperoleh, yanga da malah buku-buku berbahasa Belanda. Untuk mengatasi kelangkaan buku tersebut, dirinya berinisiatif sendiri membuat bahan ajar sendiri, kemudian hari mengajak kawan-kawannya sesama guru untuk menulis, mandiri. Tujuannya, untuk menggantikan buku-buku pelajaran berbahasa Belanda.
Berlahan, peminatnya makin banyak, dia mulai membuat brandnya. Maka, jadilah nama penerbit Erlangga. Awal didirikan Erlangga berkantor di sebuah rumah di Semarang, bersama teman-temanya Marulam berhasil menulis beberapa buku. Antara lain buku pelajaran Ilmu Alam, karya Widagdo, Ilmu Kimia, karya Ir.Polling dan Ragam Bahasa Indonesia, dan karya bukunya sendiri. Buku-buku itu semua diterbitkan dengan memakai nama Penerbit Erlangga. Karena itu, dia bertekat mendirikan penerbit dengan dikelola profesional. Sejujurnya, buku-buku Erlangga di awalnya tak terlalu menarik, tak seperti produknya sekarang yang mencetak dengan kertas terbaik. Melihat perkembangan tersebut, Marulam pada Tanggal 30 April 1952 menghadap Notaris, di Semarang untuk melegalitas penerbitnya menjadi penerbit berbadan hukum.
Sejak itu, sembari pelan-pelan dia terus menumbuhkembangkan penerbit Erlangga, penerbit yang banyak menaruh perhatian pada buku pelajaran sekolah. “Fokus penerbitan itu sudah muncul sejak awal berdirinya.” Gayung bersambut, ternyata pelan-pelan penerbit Erlangga mulai dikenal masyarakat. Walau dia seorang guru berdarah Batak, namun naluri penciuman bisnis tajam, dia prediksi bahwa kemajuan penerbitan akan makin masif ke depannya. Nyatanya penerbitan makin melaju dan menaik. Memang, saat itu penerbit masih menumpang percetakan, Erlangga tak langsung memiliki mesin cetak sendiri. Takdir baik berpihak kepadanya, kariernya pun menaik menjadi seorang kepala sekolah SMA Negeri 1 di Semarang, jadilah penerbit makin berkembang.
Sembari memimpin sekolah dirinya terus mengarang buku Pelajaran sejarah yang diterbitkan oleh Kedaulatan Rakyat, Yogya. Marulam ahli dalam sejarah, iya itu tadi, termasuk mendalami sosok Raja Erlangga. Akhirnya, jiwa bisnis itu makin kuat, penerbit Erlangga pun bergerak di bidang pengadaan buku di sekolah-sekolah, dan fokus menerbitkan buku-buku bahan ajar. Tapi, dalam perkembangannya, Erlangga kemudian merambah ke buku-buku umum. Buku-buku terbitannya sekarang merambah juga ke buku kesehatan, makanan, kecantikan, mode, novel, hingga biografi. Sedangkan buku-buku bacaan untuk kebutuhan anak-anak, mereka terbitkan di bawah bendera Erlangga for Kids.
Seiring perkembangannya, penerbit Erlangga kemudian mengimbit, pindah ke Jakarta dan berkantor di Jalan Kramat Raya 162, Jakarta Pusat (sekarang Kantor Pusat PT Pegadaian [Persero]). Dari sana pindah ke Jalan H. Baping No. 100, Ciracas, Jakarta Timur. Sekarang Erlangga dipimpin generasi ketiga, cucu Marulam. Penerbit ini, sejak kehadirannya terus berbenah mengembangkan penerbitan buku-buku lainnya. Selain itu, Erlangga kerap juga jor-joran melontarkan slogan yang memotivasi masyarakat suka membaca, misalnya; “Buku adalah jendela dunia.”
Slogan tersebut mengingatkan kita, betapa pentingnya membaca untuk memperkaya khazanah, cakrawala diri terhadap ilmu dan pengetahuan. Bisa disebut, salah satu kekuatan penerbitan Erlangga kekonsistennya menyediakan buku-buku yang bermutu, baik dari segi isi dan produk fisik buku, juga kapabel dari penulis-penulisnya. Keunggulan inilah yang membuatnya eksis, seperti satu devisi lain penerbitan Erlangga Esis.
Selain pengusaha, Marulam juga penulis buku handal. Karya-karyanya adalah:
- Pelarian yang tidak punya apa-apa menjadi maharaja (kisah Erlangga), Erlangga, Tahun 1988.
- Menuju terwujudnya suatu masyarakat adil dan makmur di Republik Indonesia tahun 2000-an, Erlangga, Tahun 1987.
- Sejarah Ringkas Tapanuli: Suku Batak, Erlangga, Tahun 1987.
- Garis Besar Ilmu Politik Pelita Keempat 1984-1989, Erlangga, Tahun 1985.
- Gelora Nasionalisme Indonesia, Erlangga, Tahun 1984.
- Peraturan Hak Cipta Nasional, Erlangga, Tahun 1982.
- Kunci Lagak Ragam Bahasa Indonesia, Erlangga, Tahun 1979.
- Azas-azas Ilmu Negara, Erlangga, Tahun 1978.
(Sopo Toba blokspots.com)