Pada bulan Juli hingga Agustus 2020 banyak juga cibiran teman-teman kaum pergerakan yang tak percaya bahwa masalah RUU Omnibus Law Cipta Kerja bukan masalah serius misalnya dibanding topik yang lain. Bahkan ada yang begitu yakin hingga menyandingkan RUU “Celaka” ini tidak lebih urgen mengembalikan UUD 1945 yang asli.
Masalah Omnibus Law memang tak lebih mencorong, dibanding topik besar lain yang penting dan perlu mendapat perhatian dan perlu diperbaiki. Namun semua itu tidak terlalu mendesak bagi masyarakat kebanyakan — utamanya buruh di Indonesia yang berjumlah 138 juta orang– yang galau dan terancam hidup dan peghidupan yang akan sangat terganggu bila Omnibus Law diberlakukan.
Meski begitu, bukan berarti upaya untuk kembali pada UYD 1945 itu tak penting, toh UUD 1945 yang asli dulu itu pun tidak dilaksanakan dengan serius pun hidup dan penghidupan masih tetap berjakan juga. Tetapi bila Ompnibus Law diberlakukan, status pekerja jadi terus menerus kontrak, cuti diperketat, ancaman PHK jadi gampang dilakukan, pesangon jadi semakin rumit dan tak jelas, bahjan persaingan kerja dengan tenaga jerja asing yang begitu bebas menggeser dan mendesak warga pribumi bekerja di negerinya sendiri, sungguh nyata dibanding masalah krusial lain yang terasa menjadi onak dalam diri warga bangsa negeri ini.
Apalagi kelak, begitu Omnibus Law hendak diberlajukan, maka sejumlah peraturan turunannya yang akan dibuat juga bisa saja dapat memperparah kondisi dan situasi di negeri kita ini menjadi semakin sulit, karena memang rumit.
Itulah sebabnya saya pun yakin seperti pendapat para pakar geopolitik di negeri ini seteru mengenai Omnibus Law akan tetap seru, kalau tidak makin menderu-deru.
Karena itu jalan terbaik perlu dilakukan oleh pemerintah — eksekutif dan legislatif — agar perseteruan tidak semakin seru menderu. Sebab menyarankan pada warga masyarakat — terutama kaum buruh dan serikat buruh untuk menempuh jalur hukum — sudah terlanjur hilang keoercayaan bila keadilan itu masih ada dan mau diberikan pada rakyat kecil.
Artinya, sejak dipalunya secara diam-diam Omnibus Law itu saat menjelang tengah malam di DPR RI, cukuplah menjadi pertanda bahwa dalam proses berikutnya tak ada lagi sisa kepercayaan yang dapat diberikan. Karena, toh semua akan tetap sama, sia-sia juga. Maka itu pilihan terpaksa kaum buruh yang dengan setia dikawal oleh mahasiswa, mungkin akan tetap turun ke jalan. Karenanya, penerintah layak lebih bersikap bijak. Sebab kaum buruh tak lagi punya pilihan terbaik, kecuali akan tetap turun ke jalan. Karena dialog –musyawarah mufakat yang nenjadi essensi dari salah satu sila dari Pancasila — telah macet. Tidak berjalan, atau tidak dijalankan.