Catatan siang

Oleh: Timboel Siregar

JAKARTA SBSINews – Hampir sebulan berlakunya kenaikan iuran JKN tentunya masih diwarnai pro kontra dan respon turun kelas oleh peserta JKN. Komisi IX tetap menyatakan menolak kenaikan klas tiga mandiri pada saat rapat kerja Senin 20 Januari 2020 lalu dengan menyatakan pendapat secara marah – marah dihadapan Menteri Kesehatan, Direksi BPJS Kesehatan serta DJSN. Pemerintah melalui Menko PMK memastikan Perpres 75/2019 tetap berlaku dan tidak menyetujui keinginan Komisi IX tersebut.

Menurut saya tindakan marah-marah Komisi IX adalah tidak tepat mengingat kewenangan memutuskan kenaikan iuran itu bukan kewenangan Menteri Kesehatan, Direksi maupun DJSN tetapi Presiden yg didelegasikan ke Menteri Keuangan. Oleh karenanya kalau Komisi IX mau meminta klas tiga mandiri tidak naik maka mintalah rapat gabungan yaitu Komisi IX dengan Komisi XI sehingga Menteri keuangan bisa hadir langsung. Kalau Komisi IX saja maka Menkeu bukan mitra Komisi IX.

Anggota Komisi IX yang baru pulang reses dari dapil – dapil mereka tentunya banyak menerima masukan tentang pelayanan JKN, nah seharusnya masukan – masukan dari rakyat ini yang dimanfaatkan oleh Komisi IX dalam rapat kerja lalu dengan Menkes, Direksi dan DJSN untuk memperbaiki sistem pelayanan JKN.

Beberapa masalah pelayanan yang hingga saat ini masih terus terjadi seperti keluhan peserta JKN untuk mendapatkan kelas perawatan. Baru kemarin saya tangani kasus seorang pasien JKN dibiarkan duduk di kursi roda di IGD di sebuah RS pemerintah karena tidak mendapat tempat tidur. Seharusnya staf BPJS Kesehatan proaktif memastikan pasien JKN tersebut yang dalam kondisi gawat darurat mendapatkan pelayanan yang baik, jangan pasien tersebut dibiarkan menunggu lama. Kalau memang tempat tidur di IGD RS tidak ada, ya usahakanlah utk dipindah ke RS lain.
Karena tidak dibantu akhirnya kelurga pasien berinisiatif memindahkan pasien ke RS lain.

Peserta JKN yang disuruh beli obat sendiri pun masih terus terjadi dan ini laporan yang sering dilaporkan ke BPJS Watch selama ini. Tentunya masih banyak persoalan lainnya yang terus terjadi, dan yang juga dikeluhkan rakyat kepada anggota Komisi IX.

Saya menilai peningkatan pelayanan memang sedang dikerjakan oleh BPJS Kesehatan dan itu terus berproses NAMUN proses tersebut harusnya terpublikasi kepada masyarakat sebagai upaya edukasi dan sosialisasi sehingga peserta JKN yang membutuhkan bantuan bisa terbantu dgn segera.
Demikian juga dgn sikap pro aktif BPJS di RS – RS sangat dibutuhkan. Staf BPJS pro aktif mendatangi IGD karena di IGD potensi terjadinya masalah cukup tinggi.

Saya meyakini persoalan – persoalan klasik pelayanan JKN masih terus akan terjadi dan ini pun akan terus dilaporkan rakyat kepada anggota Komisi IX ketika mereka reses ke dapilnya.

Perbaikan sistem pelayanan harus terus dilakukan dan ini menjadi tanggungjawab Komisi IX yg mempunyai fungsi pengawasan. Tapi sayang sungguh disayangkan, hanya karena fokus pada kenaikan iuran klas tiga mandiri yang juga salah sasaran (harusnya ke Menkeu), rapat dengar senin kemarin menjadi tidak bermakna. Akhirnya persoalan utama rakyat tentang pelayanan kesehatan peserta JKN tidak diutamakan oleh anggota Komisi IX.

Lebih produktif dan ditunggu rakyat miskin adalah bila Komisi IX fokus pada memperjuangkan rakyat miskin yang ada di klas tiga, yaitu fokus pada proses cleansing data PBI yang dilakukan Kementerian Sosial sehingga iuran rakyat miskin yg ada di klas tiga mandiri seluruhnya ditanggung pemerintah, tidak lagi bayar iuran dari kantong mereka sendiri.

Kalau Komisi IX hanya fokus pada menolak kenaikan iuran klas 3 mandiri maka sesungguhnya Komisi IX berjuangnya tanggung dan tidak peduli sama nasib rakyat miskin yang ada di klas tiga. Perjuangan Komisi IX yang menolak kenaikan iuran klas tiga berarti Komisi IX masih mengukuhkan dan melegitimasi rakyat miskin di klas tiga tetap membayar iuran JKN, bukan berjuang untuk memastikan iuran JKN bagi rakyat miskin ditanggung seluruhnya oleh Pemerintah.

Saat ini pun ada beberapa Pemerintah Daerah yang berniat menurunkan jumlah peserta PBI APBD nya karena iuran PBI naik jadi Rp. 42.000 per orang per bulan. Dengan alasan APBD tdk mampu menanggung kenaikan iuran tersebut Pemda berniat menjauhkan JKN dari orang miskin di daerah. Nah bila Komisi IX sensitif dengan masalah rakyat miskin yang akan dikeluarkan dari PBI APBD maka Komisi IX harus berjuang menolak rencana beberapa Pemda tersebut.

Saya berharap Komisi IX bisa benar – benar fokus memperjuangkan rakyat miskin dengan lebih profesional tanpa marah marah, dan Komisi IX bisa mengetahui kewenangan – kewenangan Kementerian dan Lembaga terkait JKN, tidak seluruhnya dibebankan kepada Menkes, BPJS Kesehatan atau DJSN. Kalau mau bicara soal iuran undang Menkeu, bila mau bicara soal cleansing data PBI maka ajaklah bicara Menteri Sosial, terkait Pemda yang mau nurunin jumlah peserta PBI APBD ya ajak bicara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan.

Semoga kenaikan iuran saat ini memang benar – benar diikuti oleh peningkatan pelayanan JKN kepada masyarakat dengan proses pengawasan yang lebih baik dari Komisi IX tanpa marah marah tentunya.

Pinang Ranti, 25 Januari 2020

Tabik

Timboel Siregar, BPJS Watch

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here