JAKARTA SBSINews – Investor lebih memilih Vietnam sebagai lokasi investasi akibat perang dagang Cina vs Amerika Serikat, membuat gusar pemerintah. Karenanya beberapa upaya di lakukan untuk memperbaiki regulasi Investasi, ditengah hal tersebut sejumlah Pengusaha Indonesia mengusulkan agar jam kerja dalam Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan naik dari 40 jam per pekan menjadi 48 jam. Tujuannya, agar bisa bersaing dengan negara tetangga khususnya Vietnam. Namun, Vietnam justru berencana menurunkan jam kerja.
Mengutip CNBC Indonesia, Jumat (20/19/2019), Vietnam berencana merevisi undang-undang perburuhan yang akan dibahas pada Oktober mendatang. Salah satu yang dibahas ialah jam kerja.
Berdasarkan laporan vietnamlawmagazine, serikat buruh ingin agar jam kerja direvisi dari 48 jam per pekan menjadi 44 jam per pekan. Sementara, dari pihak pemerintah ingin tak ada perubahan, yakni tak lebih dari 8 jam per hari dan 48 jam per pekan. Untuk pekerjaan yang dilakukan mingguan tak boleh lebih dari 10 jam per hari atau 48 jam per pekan.
Masalah jam kerja ini menuai respons dari pengusaha yang tergabung dalam kamar dagang Vietnam. President of the Vietnam Chamber of Commerce and Industry (VCCI) Vu Tien Loc menegaskan Vietnam punya tantangan besar dari dampak perang China dan Amerika Serikat (AS). Ia beralasan karena dampaknya akan jauh lebih besar daripada perkiraan, sehingga rencana pemangkasan jam kerja akan kontraproduktif dari kondisi global terkini.
“Ini bukan waktunya menaikkan upah atau mengurangi jam kerja,” kata Tien Loc.
Di Indonesia, pengusaha tekstil mengusulkan beberapa poin untuk direvisi dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Usulan itu salah satunya ialah jam kerja yang naik jadi 48 jam per pekan atau setara 9,6 jam per hari, dari 40 jam per pekan atau 8 jam per hari.
“Kita sampaikan, benchmarking antara Vietnam, Kamboja, Myanmar, Sri Lanka, dan India, dan sebagainya, salah satunya kita meminta kalau bisa, ya 48 jam, kalau tidak, ya, 45 jam per minggu,” kata Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Tekstil Indonesia (API) bidang Hubungan Internasional, Anne Sutanto di Kantor API, Jakarta, (19/9/2019).
Terkait hal tersebut, SBSI sebagai serikat pekerja menyatakan sejarah panjang tuntutan jam kerja 40 jam seminggu itu adalah perjuangan kaum buruh internasional yang kemudian diperingati sebagai May day setiap 1 Mei, sebagai hari buruh Internasional, SBSI bukan anti kemajuan jaman atau anti investasi akan tetapi sebagai Serikat Pekerja/buruh adalah tugas kami menyuarakan yang semestinya di lakukan yaitu memperjuangkan kesejahteraan buruh seluruhnya.
Dalam menyikapi situasi global Pimpinan SBSI, Prof. DR. Muchtar Pakpahan MA., menyatakan investasi penting bagi ekonomi Indonesia tapi jangan sampai merugikan hak kaum buruh. Soal jam kerja telah diatur secara khusus dalam UU No 13/2003 tentang ketenagakerjaan pasal 77 sampai pasal 85. Dimana, Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Jika hendak mengubah aturan-aturan terkait ketenaga kerjaan maka sangat bijak jika pemerintah mengundang semua stake holder terkait ketenaga kerjaan untuk membahas dampak nya. Karena salah menerapkan akan membuat gejolak sosial. (TAUFAN)