Di Konawe ada unjuk rasa buruh yang berakhir bentrok dengan polisi dan terjadi pembakaran alat2 berat dan mobil truk di perusahaan. Situasi disebutkan mencekam. Pemicunya adalah masalah upah dan status pekerja yg terus menjadi pekerja PKWT. Demikian isi berita yg disampaikan KOMPAS TV pagi ini.
Saya kira kejadian ini tidak perlu terjadi, apalagi ada pembakaran dan bentrok. Kita perlu sesali hal ini karena selain terancam PHK, pekerja yg terbukti membakar alat2 berat dan truk juga terancam pidana.
Namun saya menilai hal ini seharusnya bisa diantisipasi oleh manajemen dengan terus mengajak pekerja berkomunikasi dan manajemen mematuhi ketentuan pkwt yg diatur di UU no. 13 tahun 2003 khususnya pasal 59 – 63.
Tentunya unjuk rasa bukanlah peristiwa yg tiba tiba terjadi, namun sudah melalui proses pembicaraan sebelumnya. Saya kira kelemahan peran pengawas dalam masalah inipun juga terjadi. Penegakkan hukum norma2 kerja seperti ketentuan PKWT seharusnya diseriusin pengawas sehingga tdk terjadi hal2 yg akhirnya merugikan semua pihak. Kejadian Konawe seharusnya tidak terjadi bila pengawas ketenagakerjaan bekerja dengan profesional.
Kejadian Konawe ini mengingatkan kita semua agar semua pihak bisa menjaga kondisi hubungan induatrial yg baik di tempat kerja.
Semoga teman2 pekerja dan SP SB terus berkomunikasi dan menghindari hal2 yang bersifat pengerusakan dan bentrok, unjuk rasalah dengan damai.
Managemen harus terus juga berkomunikasi dan patuh pada regulasi yg ada. Dan bagi pengawas ketenagakerjaan, bekerjalah dengan baik dan lakukan proses penegakkan hukum dengan semangat profesionalisme. Kalau pengawas naker tetap seperti ini maka ke depan akan lebih banyak persoalan HI yg terjadi.
Kasus Konawe merupakan bukti lemahnya fungsi pengawasan naker.
Ayo pengawas, kerjalah dengan baik, semoga kerja2 profesional pengawas akan menurunkan secara signifikan unjuk rasa, mogok dan perselisihan hubungan industrial.
Pinang Ranti, 15 Desember 2020
Tabik
Timboel Siregar