Industri tekstil dalam negeri menilai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Tentang Ketentuan Impor Tekstil Dan Produk Tekstil masih terlalu pro impor. Sehingga mendorong industri lokal ‘beralih’ jadi importir berlindung di balik aturan yang membolehkan produsen sebagai importir untuk keperluan bahan baku.
Meski sudah beberapa kali direvisi, yakni mulai dari Permendag 85 tahun 2015, kemudian menjadi Permendag 64 tahun 2017 hingga yang teranyar direvisi menjadi Permendag 77 tahun 2019.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menyebut beberapa revisi tersebut bukannya membawa angin segar, namun yang terjadi sebaliknya.
Padahal Permendag 85 tahun 2015 masih menyisakan masalah berupa banyaknya Importir Produsen bodong yang mendapatkan kuota impor dalam jumlah besar. Ditambah lagi dengan terbitnya Permendag 77 2019 dimana Importir Produsen diperbolehkan impor melebihi kapasitasnya, importasi makin bertambah masif lagi.
“Importir ini sangat hebat mempengaruhi kebijakan perdagangan kita hingga 1 perusahaan API-P (izin impor untuk produsen) bodong bisa mendapatkan kuota impor yang sangat besar dan terlindungi oleh aturan,” sebut Redma kepada CNBC Indonesia, Selasa (10/11).
Akibat relaksasi impor itu, industri dalam negeri pun kian terhimpit akibat derasnya barang impor yang masuk. Sialnya, pelaku usaha yang sebelumnya menjadi produsen dengan mempekerjakan hingga ribuan pegawai, kini tergoda untuk beralih profesi menjadi pedagang atau trader yang mengandalkan barang impor. Hal ini karena harga yang lebih murah dan bisa diterima pasar. Alhasil, ribuan pegawai kehilangan pekerjaan karena pabrik berhenti produksi, karena memilih sebagai importir.
“Sebagian pengusaha akhirnya gitu. yang nakal gitu. Dia melihat, yang lain melakukan impor. Dia pikir, ah supaya bertahan saya matikan saja mesinnya sebagian. Sebagian impor. Awalnya coba-coba dulu. Ada perusahaan yang awalnya produksi terus mesinnnya dimatikan 20%. Sisa 20% itu dia impor, langsung dijual lagi. Sekarang paling cuma jalan 20% dia, biar kelihatan nyala. Sisanya barang impor bahan baku, sekalian impor barang jadinya. Ada juga perusahaan kaya gitu,” sebutnya.