Pada tanggal 1 Mei, diakui atau tidak, hampir semua negara-negara di dunia mengetahui (ada yang kemudian menjadikan sebagai hari libur nasional) sebagai hari buruh sedunia. Peristiwa 1 Mei ini juga dimaknai sebagai sebuah momentum bagi persatuan kaum proletar (baca: rakyat pekerja) revolusioner. Sebuah tanggal yang mampu mempertemukan semua pekerja secara terorganisir dalam sebuah front persatuan baik nasional maupun internasional yang sangat besar. Pada tanggal ini juga, kata-kata Karl Marx menggema: “Proletariat sedunia, bersatulah!”

1 Mei bukan hanya milik satu negara, atau hanya satu kelompok saja. Pada tanggal ini, jika kita cermati secara lebih mendalam, hampir semua buruh (rakyat pekerja) dengan dan dari berbagai varian organisasi dan ideologi yang dianutnya, sama-sama memperingati 1 Mei sebagai hari raya besarnya. Dari serikat buruh kuning hingga merah, dari serikat buruh kiri hingga kanan, semuanya merayakan 1 Mei. Bukan hanya buruh saja yang terlibat, melainkan juga para mahasiswa. Intinya, 1 Mei adalah sebuah tanggal yang kemudian mampu mencampur dan mengaduk segala perbedaan yang ada.

Tahun lalu (6/5/2020) di facebook, saya menulis bahwa “Peringatan 1 Mei sebagai hari buruh sedunia tahun ini terasa sangat istimewa. Keistimewaannya karena ditandai dengan (setidaknya) 3 peristiwa bersejarah penting, yakni berkaitan dengan 150 tahun kelahiran ilmuwan dan sekaligus praktisi sosialisme, Lenin (Rusia). Selain itu, bertepatan dengan 202 tahun kelahiran filsuf sosialisme ilmiah, Karl Marx (Jerman). Satu lagi peristiwa bersejarah lainnya adalah bertepatan dengan serangan wabah atau pandemik virus corona”.

Sementara itu, dalam sebuah diskusi online terbatas dengan tema “MEMAKNAI 1 MEI” saya menyampaikan bahwasannya dibanding tahun lalu atau tahun-tahun sebelumnya, maka peringatan 1 Mei tahun ini tergolong ‘sepi’. ‘Kesepian’ tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi hampir merata di seluruh dunia. Dalam catatan saya, hanya ada 2 mobilisasi massa besar-besaran di dua negara, yakni Perancis (Eropa) dan Colombia (Amerika Latin). Bukan berarti di negara-negara lainnya tidak ada mobilisasi massa pekerja. Mobilisasi tetap ada, namun dari segi jumlahnya masih kalah banyak dibanding tahun 2020, termasuk Indonesia.

Ada banyak faktor yang menjadi penyebab menurunnya perlawanan dan munculnya ‘kesepian’ peringatan 1 Mei 2021, di antaranya: PERTAMA adalah faktor kebijakan masing-masing negara terkait dengan penanganan virus corona yang intinya melarang adanya perkumpulan atau pertemuan massa secara massiv. Artinya, pemerintahan sebuah negara tidak segan-segan melakukan tindakan represif jika ada massa rakyat yang memobilisasi diri dan berkumpul dalam jumlah yang banyak.

KEDUA adalah pemerintahan sebuah negara SUKSES menebarkan rasa ketakutan kepada warga negaranya berkaitan dengan wabah virus corona. Takut bertemu, takut berkumpul, takut saling mengunjungi, dan seterusnya yang secara tidak langsung telah menyebabkan adanya “gangguan mental sosiaal’.

KETIGA adalah faktor organisasi serikat buruh dan organisasi-organisasi yang konsen terhadap permasalahan perburuhan. Dari segi kuantitas, sebenarnya ada perkembangan yang sangat menggembirakan berkaitan dengan organisasi serikat buruh. Di Indonesia sendiri, menurut ILO, jumlah serikat buruh sudah lebih dari 90 organisasi, setidaknya terdapat 5 konfenderasi besar, dan belasan ribu serikat buruh di tingkatan kerja atau pabrik.

Meskipun begitu, perkembangan yang menggembirakan tersebut juga diikuti dengan perkembangan yang memprihatinkan. Dari observasi saya selama ini, banyaknya serikat buruh telah menimbulkan minimal dua persoalan, yakni pertama, munculnya konflik antar organisasi buruh. Kedua, telah melahirkan adanya elit-elit baru (elitisme) dalam organisasi buruh. Elit-elit yang seringkali tidak nyambung dengan kepentingan massa buruh.

KEEMPAT adalah peningkatan segi kuantitas organisasi buruh tersebut belum sepenuhnya diikuti atau mampu melahirkan segi kualitas, khususnya berkaitan dengan KESADARAN buruh. Agar kesadaran buruh bisa tumbuh, mau tidak mau harus dilakukan melalui KEGIATAN PENDIDIKAN pada buruh. Kegiatan pendidikan ini sendiri baru bisa dilakukan manakala setiap organisasi buruh memiliki BASIS massa. Berbicara mengenai buruh, berarti basis massanya berada di pabrik-pabrik.

KELIMA adalah kurang maksimalnya kegiatan pendidikan dan pembangunan basis massa juga disebabkan oleh kurangnya PARA PELOPOR yang melakukan pendidikan dan pembangunan basis. Fakta yang tidak bisa dipungkiri adalah hampir semua organisasi buruh dihadapkan pada minimnya SDM (sumber daya manusia) PELOPOR. Sumber utama para pelopor ini, rata-rata adalah para mahasiswa yang berasal dari organisasi mahasiswa. Dan ini merupakan sebuah persoalan yang semakin menambah kompleksitas pengorganisasian kaum buruh.

Berkaitan dengan pertanyaan beberapa peserta diskusi online kemarin, saya menyampaikan bahwa apa yang harus dilakukan adalah pertama, memahami bahwa dunia dan persoalan perburuhan sangatlah kompleks, artinya tidak mudah.

Kedua. Bahwasannya sejarah gerakan buruh di Indonesia, khususnya gerakan buruh KIRI belumlah lama. Masih terlalu dini jika kita berbicara mengenai Keberhasilan yang Maha Besar. Kita semua tahu bahwa gerakan buruh kiri di Indonesia mengalami mati suri selama puluhan tahun di bawah kekuasaan rezim orde baru. Banyaknya organisasi buruh, seringnya buruh melawan (walaupun masih dalam isu-isu yang sifatnya ekonomis dan normative), serta mulai munculnya kemauan massa buruh untuk berorganisasi merupakan sebuah fase atau tahapan perkembangan yang sudah sangat menggembirakan. Sekecil apapun keberhasilan yang diraih selama berlangsungnya perjuangan atau perlawanan yang dilakukan oleh kaum buruh, maka itu adalah bagian dari kesuksesan yang besar. Sebaliknya, sekecil apapun PERPECAHAN yang terjadi dalam gerakan dan organisasi buruh maka harus pula dimaknai bahwa itu juga bagian dari perpecahan yang besar (dengan catatan ketika kita tidak mau belajar!).

Ketiga. Bahwa membangun kesadaran kelas, membangkitkan perjuangan kelas terhadap rakyat pekerja bukanlah pekerjaan yang mudah. Pada dasarnya, semua itu terserah kepada diri kita. Misalnya, apakah diri kita mau atau tidak bangkit bersama mayoritas rakyat pekerja, menumbuhkan kesadaran kelas dan juga membangkitkan sentimen kelas. Tugas ini menjadi milik kaum sosialis.

Yang jelas, kita semua memiliki tugas untuk menabur benih pembaharuan dan menyebarluaskan gagasan kelas. Kita semua memiliki tugas untuk menjauhkan kaum buruh dari SERIKAT KUNING dan dari ‘lembaga perwakilan’ palsu, seperti DPR dengan partai politiknya. Kita semua memiliki kewajiban untuk melawan serangan dan represi yang dilakukan oleh kaum reaksioner, baik yang dilakukan oleh negara maupun budak-budaknya negara. Kita semua memiliki kewajiban untuk membangun dan mempertahankan setiap mimbar, pers dan organisasi proletarat. Kita semua memiliki kewajiban untuk menegakkan klaim sebagai ‘ras’ yang diperbudak dan tertindas. Semua itu merupakan beberapa tugas sejarah yang harus ditunaikan oleh kaum kiri.

Keempat. Dengan belajar dari momentum 1 Mei (tahun-tahun sebelumnya), dimana banyak buruh dan organisasi buruh yang ‘merayakannya’, maka sesungguhnya PERSATUAN RAKYAT BUTUH/PEKERJA itu bukan sesuatu yang mustahil. Terkait dengan hal ini, banyak kawan-kawan yang sudah mencoba membangun sebuah FRONT PERSATUAN. Jika hingga hari ini belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, bukan berarti di masa-masa yang akan datang tidak bisa tercapai.

Sesungguhnya, sebuah Front Persatuan tidaklah menghilangkan kepribadian, tidak menghilangkan ciri masing-masing dari setiap anggota yang berafiliasi atau bergabung. Front Persatuan juga tidak bermakna (lebih-lebih sebuah front yang sifatnya taktis) menggabungkan semua doktrin menjadi satu doktrin.

Front Persatuan (awal) adalah sebuah tindakan kontingen, konkret, dan praktis. Program Front Persatuan, secara eksklusif harus mempertimbangkan realitas langsung, di luar semua abstraksi dan semua yang berbau utopia. Dalam front persatuan, masing-masing anggota (baca: organisasi buruh) tetap bisa mempertahankan afiliasi dan ideologinya sendiri. Masing-masing harus tetap bekerja berdasarkan keyakinannya sendiri. Meskipun begitu, semua harus merasa dipersatukan oleh SOLIDARITAS KELAS, terikat dan diikat oleh perjuangan melawan musuh bersama, terikat oleh kemauan revolusioner yang sama, dan semangat pembaharuan yang sama.

Membentuk Front Persatuan berarti memiliki sikap solidaritas terhadap suatu masalah tertentu, dihadapkan pada kebutuhan yang mendesak yang sama. Yang paling penting dalam sebuah Front Persatuan adalah bagaimana memahami satu sama lain dalam menghadapi kenyataan konkret saat ini.

“MASSA RAKYAT BUTUH/PEKERJA BUTUH IMAN dan juga BUTUH IMAM!”

Penulis
VA Syafe’i

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here