PKB SEBAGAI BAROMETER ANTARA PEKERJA DAN PENGUSAHA

Sebuah Perjanjian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1313 menjelaskan
bahawa “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

LANDASAN HUKUM PERJANJIAN KERJA BERSAMA.

1.UUD-1945
2.Udang-Undang NO. 18 Tahun 1956
Tentang Ratifikasi Konvensi Ilo No.98 Tahun 1956 mengenai berlakunya Dasar- Dasar dari Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama.
3.Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.(KUHPerdata)
4.Piagam HAM
5.DUHAM
6.UU.No.39/1999 tentang HAM.
7.Undang- Undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan Jo Undang- Undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja.
8.UU.No.21/2000 tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja.
9.Peraturan Menteri Tenagakerja No.28/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.

SYARAT SAHNYA SEBUAH PERJANJIAN.

Salah satu syarat sahnya perjanjian adalah
adanya kata kesepakatan
antara kedua
belah pihak.

Asas ini merupakan asas yang
menyatakan bahwa perjanjian pada
umumnya tidak diadakan secara formal,
melainkan cukup dengan adanya
kesepakatan kedua belah pihak.
Kesepakatan adalah persesuaian antara
kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh
kedua belah pihak.

ASAS KEPASTIAN HUKUM (FACTA SUNT SERVANDA)

Asas Kepastian Hukum (pacta sunt
servanda) sebuah perjanjian
merupakan asas yang berhubungan dengan
akibat perjanjian. Asas kepastian hukum merupakan asas bahwa hakim atau pihak
ketiga harus menghormati substansi
perjanjian yang dibuat oleh para pihak,
sebagaimana layaknya sebuah undang-
undang, pihak ketiga tidak boleh melakukan
intervensi terhadap substansi perjanjian yang
dibuat oleh para pihak.

Para pihak memiliki kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian,
Mengadakan perjanjian dengan siapapun,
Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya,
Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Keempat hal tersebut dapat dilakukan dengan syarat tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan

Asas kepastian hukum (pacta sunt
servanda )dapat disimpulkan dalam Pasal
1338 ayat (1) KUHPerdata “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”

Dan didalam pembuatan dan perundingan Perjanjian Kerja Bersama ( PKB) antara Serikat Pekerja dan Perusahaan, tidak ada ketentuan wajib menghadirkan Mediator dari Dinas Tenagakerja.

ASAS ITIKAD BAIK (GOOD FAITH)

Dalam hukum perdata asas itikad baik merupakan suatu aturan yang
terdapat dalam perjanjian, baik perjanjian antara individu dengan individu atau
individu dengan badan hukum.

Pasal 1338 ayat
(3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPerdata) “Setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

Maksud itikad baik dalam
pengertian yang sangat subjektif dapat diartikan sebagai bentuk kejujuran dari para pihak yang membuat perjanjian, (pekerja dan management)
pada waktu diadakan pembuatan sebuah perjanjian.

Sedangkan itikad baik dalam pengertian objektif terjadi pada saat pelaksanan
perjanjian, yang wajib didasarkan pada norma kepatutan.

Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan empat syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu: 1.Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2.Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3.Suatu hal tertentu;dan
4.Suatu sebab (causa) yang halal.

Dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Asas itikad baik merupakan
landasan utama yang mendasari setiap pembuatan perjanjian guna untuk
memberikan keadilan bagi para pihak yang membuat Perjanjian dan sebagai
pernyataan berlakunya suatu hubungan hukum antara dua orang
atau lebih yang saling mengikatkan diri berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum disebut dengan perjanjian.

PKB MERUPAKAN UNDANG-UNDANG BAGI PEKERJA DAN PENGUSAHA.

Merujuk kepada uraian tersebut diatas maka Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dibuat dan dirundingkan antara Serikat Pekerja dengan Pengusaha, menjadi Undang- Undang bagi semua pekerja dan pengusaha diperusahaan tempat berlakunya PKB tersebut.

Kemudian, karena PKB bentuknya menjadi undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, maka baik pekerja dan pengusaha wajib tunduk dan menaati/mematuhi seluruh isi pasal yang terdapat di PKB.

PKB BERLAKU BAGI SEMUA PEKERJA YANG ADA DISATU PERUSAHAAN.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa penerapan sebuah undang- undang wajib berlaku adil dan sama kepada semua orang dan tidak boleh diskriminatif, dan hal ini sejalan dengan azas equaliy be fore the law (setiap orang berhak untuk diperlakukan sama dimuka hukum), sebagaimana tersebut dalam:
1.Konstitusi Negara UUD-1945
2.Piagam Hak Asasi Manusia.
3.Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
4.UU.No.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Demikian halnya dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang ada disatu Perusahaan , pemberlakuannya berlaku kepada semua pekerja yang ada diperusahaan tersebut, baik yang hubungan kerjanya berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Ketentuan ini sangat jelas disebutkan dalam UU.No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan Jo UU.No.UU.No.11/2020 tentang Cipta Kerja Jo PERMENAKER No.28/2014 tentangTata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.

SEMUA PEKERJA BERHAK MENDAPATKAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA.

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan Barometer antara Pekerja dan Pengusaha didalam menjalankan hak dan kewajibannya, dan demi terwujudnya hubungan industrial yang berlandaskan, keharmonisan, keadilan dan kesinergitasan, maka perusahaan wajib memberikan salinan PKB kepada semu pekerjanya, baik yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWTT dan PKWTT, dan hal ini sudah cukup tegas disebutkan dalam Peraturan perundang-undangan tentang Ketenagakerjaan.

PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB)

Naskah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) hasil perundingan antara serikat pekerja dengan perusahaan, wajib didaftarkan ke Instansi dibidang ketenagakerjaan.

PKB yang didaftarkan wajib diteliti dan diperiksa oleh pejabat instansi ketenagakerjaan. Hal ini untuk memastikan PKB yang didaftarkan sesuai sudah sesuai dengan peraturan dan persyaratan formal sudah lengkap atau tidak sesuai Pasal 31 Ayat (3) Permenaker 28/2014).

Jika ada isi PKB yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau masih terdapat persyaratan yang belum dipenuhi, Pengusaha akan diberitahu untuk memperbaiki materi PKB dan melengkapi persyaratan yang kurang (Pasal 31 Ayat (5) Permenaker 28/2014).

Artinya Instansi Ketenagakerjaan, didalam menerima naskah PKB wajib meneliti dengan penuh kehati-hatian pasal-perpasal isi naskah PKB tersebut, terutama terhadap pasal yang berisikan tentang pemberlakuan PKB yang adil dan sama kepada semua pekerja baik hubungan kerjanya berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) maupun Perjanjian Kerja Tidak Tertentu (PKWT)

Sebab tidak dipungkiri ada PKB yang pemberlakuannya diskriminatif, melanggar peraturan perundang-undangan tentang Ketenagakerjaan dan HAM.

Artinya jangan karena diduga ada pemberian imbalan dari pengusaha lantas pejabat yang berwenang di Dinas Tenagakerja lantas begitu saja menerima dan menerbitkan bukti pendaftaran PKB, dan bila hal ini ditemui Serikat Pekerja wajib menolak dan kalau perlu mempublikasikannya kesejumlah media massa sehingga publik mengetahui bobroknya kinerja instansi dibidang ketenagakerjaan.

DISKRIMINATIF PEMBERLAKUAN PKB.

Dibeberapa perusahaan sering ditemui pemberlakuan PKB sangat diskriminatif, (Tidak berlaku adil dan sama kepada semua pekerja) utamanya kepada pekerja yang hubungan kerjanya berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dimana hak- hak pekerja yang terdapat dalam PKB tidak diberikan kepadanya, seperti:
1.Fasilitas Perumahan.
2.Tunjangan Natura (Beras) bagi perusahaan yang memberikan tunjangan Natura (Beras) kepada Pekerjanya.
3.Tunjangan Listrik, Air dan Tunjangan Cuti bagi perusahaan yang memberikannya kepada pekerjanya.
4.Bantuan Anak Sekolah (BAS) bagi perusahaan yang memberikan BAS kepada Batih pekerjanya.
5.Tunjangan Transport, bagi perusahaan yang memberikannya kepada pekerjanya.
6.Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan.
7.Bonus Tahunan.
8.Insentif.
9.Alat dan Perlengkapan Kerja
10.Alat Pelindung Diri.
11.Upah kerja lembur atas kelebihan jam kerja.
12.Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
13.Dan lain-lain

“Para pekerja PKWT ini hanya bisa diam dan pasrah, tidak melakukan tuntuta n, dalam pemikirannya mungkin hanya ada ” yang penting saya bisa bekerja untuk menghidupi keluarga”

Dan yang sangat menyedihkan lagi Organisasi Serikat Pekerja tempat dimana pekerja PKWT ini menjadi anggotanya tidak melakukan upaya, pembelaan, perlindungan dan perjuangan kesejahteraan dengan membuat gugatan.

Organisasi Serikat Pekerjanya membiarkan para pekerja PKWT ini tetap sebagai korban, penindasan, pembodohan dan penipuan yang dilakukan oleh para pengusaha.

“Kita berkepentingan hanya kepada uang pangkal dan uang iuran bulanan keanggotaannya saja” mungkin ini barang kali yang ada dipemikiran sebagian pengurus organisasi serikat pekerja ini.

Hal ini diperburuk lagi dengan tidak adanya pengawasan dan penindakan dari instansi dibidang ketenagakerjaan.

Sebaliknya bila dirujuk kepada ketentuan penerapan hukum, bagi pihak yang melanggar hukum/ undang-undang, wajib diberikan sanksi hukum.

Namun pada kenyataannya sanksi hukum ini hanya berlaku kepada Pekerja yang melakukan pelanggaran Undang-Undang, sebagai contoh.

“Seorang pekerja yang melakukan pelanggaran PKB, kepadanya diberikan Surat Teguran, Surat Peringatan hingga diputus hubungan kerjanya”

Demikian halnya bila seorang pekerja melakukan kesalahan berat (melakukan perbuatan pidana) maka langsung diserahkan kepada pihak yang berwajib kemudian di PHK.

Sebaliknya bila pengusaha yang melakukan pelanggaran Undang-Undang dan melakukan perbuatan pidana, bebas dari jeratan hukum, (Kebal Hukum) kalaupun dilaporkan proses hukumnya berjalan lambat bahkan bisa bertahun- tahun, baru selesai.

Semoga bermanfaat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here