Kelompok buruh menyusun draf Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang akan disampaikan kepada DPR dan dipaparkan kepada publik. Sementara itu pemerintah menyiapkan sosialisasi RUU ini di sejumlah daerah.

SBSINews – Ke l o m p o k
buruh siap memberi masukan khusus untuk kluster ketenagakerjaan menjelang pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di DPR.

Mereka tengah merampungkan draf dan daftar inventarisasi masalah terkait RUU itu yang akan diserahkan kepada DPR dan disandingkan dengan draf
RUU sapu jagat yang diajukan pemerintah.
Langkah ini dilakukan buruh untuk menyikapi pernyataan pemerintah yang berjanji menerima masukan publik.

Presiden Joko Widodo dan
sejumlah menteri di bawah koordinasi Menteri
Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto akan menggelar sosialisasi dan menyerap
aspirasi publik terkait RUU
Cipta Kerja dan RUU Perpajakan di sejumlah daerah.

Kelompok buruh yang menyiapkan draf tandingan dan daftar inventarisasi masalah adalah Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) yang terdiri
atas 11 serikat buruh serta Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia.
Ketua Umum Konfederasi
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Muchtar Pakpahan saat
dihubungi di Jakarta, Selasa (25/2/2020), mengatakan, draf
RUU Cipta Kerja tandingan
mulai disusun 13 Februari 2020.

Draf yang sudah rampung itu akan dibuka kepada publik pada Rabu (26/2) ini. ”Setelah melihat pemerintah tetap berkukuh membahas undang-undang ini, kami akhirnya membuat draf versi kami sendiri khusus kluster ketenagakerjaan. Kita tidak berhenti lewat penolakan dan protes saja,” kata Muchtar.

Sodorkan konsep Jepang
Sejumlah pasal dalam draf
RUU versi pemerintah tidak diadopsi buruh meski ada pasal yang dipertahankan.

Buruh tidak meminta RUU Cipta Kerja kluster ketenagakerjaan kembali seutuhnya sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, mereka menyodorkan konsep baru
yang disebut ”hubungan industrial gotong royong” yang berkaca pada pengalaman hubungan industrial di Jepang. ”Kami
ajukan draf yang bisa membahagiakan buruh, menyenangkan pengusaha, dan menguntungkan negara,” k a t a ny a.

Pasal yang diusulkan antara lain perhitungan upah minimum yang tidak lagi ditentukan
pemerintah, tetapi berdasarkan kesepakatan bipartit perusahaan dan serikat pekerja.

Dalam RUU Cipta Kerja, upah minimum ditentukan pemerintah
provinsi. Pemerintah juga
menghapus faktor inflasi dari perhitungan kenaikan upah minimum sehingga standar upah dikhawatirkan lebih rendah.

Usulan juga diajukan buruh terkait pengetatan syarat dan kondisi pemutusan hubungan
kerja (PHK) untuk menghindari PHK. Dalam draf RUU Cipta Kerja, PHK disorot karena prosesnya dipermudah dan
hak buruh menggugat ke pengadilan ditiadakan.
Namun, lanjut Muchtar, pihaknya tetap memperhatikan
kepentingan pengusaha dalam penyusunan draf.

Pihaknya, antara lain, mengusulkan agar
perusahaan dikecualikan dari kewajiban membayar pesangon PHK, misalnya ketika perusahaan bangkrut.

Sementara Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Indonesia Presidium Gekanas Indra Munaswar mengatakan, daftar
inventarisasi yang disusun Gekanas rampung pada 29 Februari 2020, lalu diserahkan kepada DPR. ”Cukup berat. Banyak yang diubah karena hak
fundamen buruh dibongkar habis di draf RUU buatan pemerintah,” kata Indra.

Belum jelas Mengenai substansi draf RUU Cipta Kerja yang sekarang
masih banyak dikritik, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, ada beberapa hal baru yang konsepnya belum diperjelas di level pemerintah saat menyusun draf RUU. Ia mencontohkan aturan upah minimum bagi sektor padat karya.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan, upah minimum khusus sektor padat karya dibutuhkan sebagai insentif untuk menarik perhatian
investor menanamkan modal di industri padat karya. Investasi berkualitas di sektor padat karya membuka lebih banyak lapangan kerja.

Menurut Ida, pemerintah
akan mengatur secara terpisah formula penghitungan upah
minimum padat karya dalam rancangan peraturan pemerintah. Pemerintah belum mengetahui sektor apa saja yang akan dianggap padat karya. (Kompas.com/AGE/HAR/SM)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here