Terkait UMP 2019
JAKARTA SBSINEWS – Dewan Pengurus Pusat Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia DPP (K) SBSI menolak tegas jika Para Gubernur seluruh Indonesia menaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota ( UMK Kabupaten/Kota ) mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan.
“Jadi kenaikan itu bukan bukan mensejahterakan, tapi malah mensengsarakan
buruh,” jelas Sekretaris Wilayah I Sumatera DPP (K) SBSI Arsula Gultom, SH pada wartawan, Sabtu(20/10/2018).
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Ketenagakerjaan (kemenaker) telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) 2019 sebesar 8,03 persen.
Angka kenaikan tersebut diperoleh dari perhitungan inflasi nasional sebesar 3,72% dan pertumbuhan ekonomi 4,99% yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Peraturan Pemerintah tersebut menghilangkan hak Tripartit dalam menentukan besaran upah minimum. Sebelum adanya PP 78, besaran upah minimum ditetapkan oleh kepala daerah berdasarkan
rekomendasi Dewan Pengupahan, yang telah melakukan survey mengenai Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Arsula menilai PP 78 itu adalah simbol kembalinya rezim upah murah di Indonesia. Oleh karena itu DPP (K) SBSI mendesak agar PP 78/2015 segera dicabut.
“Secara hukum PP 78/2015 melanggar Pasal 88 dan 89 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003”,tegasnya.
* Minta Para Gubernur Menolak
Arsula meminta Para Gubernur eluruh Indonesia untuk tidak serta merta menerima
keputusan Menaker terkait kenaikan UMP 8,03% tersebut.
Sebagaimana diketahui, kepastian nilai UMP 2019 tersebut masih menunggu keputusan gubernur dan bakal di umumkan serentak pada 01 Noperber 2018 mendatang.
“Kami minta para Gubernur, Bupati, dan Walikota seluruh
Indonesia untuk mengabaikan surat edaran Nomor:
B.240/M-Naker/PHISSK-UPAH/X/2018 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflansi Nasional
dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2018, tertanggal 15 Oktober 2018”, ujar
Arsula.
Apalagi, dalam surat edaran itu ada dugaan menaker mengancam Gubernur, Bupati, dan Walikota akan dicopot apabila tidak menetapkan upah minimum sesuai dengan PP 78/2015.
“Tidak ada kaitan antara penetapan upah minimum dengan pencopotan
kepada daerah. Kami menilai surat edaran Menaker tersebut sangat provokatif dalam
tahun politik ini dan memancing suasana memanasnya suhu politik menjelang Pilpres
dan Pileg ini yang bisa menimbulkan tidak kondusif di kalangan buruh di seluruh Indonesia,”jelasnya lagi.
*UMP 2019 Terendah
Sejak adanya PP 78, SBSI mencatat UMP 2019 ini menjadi yang paling rendah sejak 2016 lalu, kenaikan UMP dari tahun 2015 ke 2016 yang menggunakan formula perhitungan berdasarkan PP 78
pertama kali ditetapkan sebesar 11,5% di berbagai wilayah Indonesia. Tahun berikutnya, Menaker menetapkan UMP sebesar 8,25% tahun 2017, kenaikan itu
didapat dengan asumsi inflasi 3,07% dan pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar
5,18%. Tahun 2018 sebesar 8,71%. Kenaikan yang layak menurut buruh adalah berkisar 15 s/d 20 % dari upah minimun tahun sebelumnya.
Hal itu bila dilihat dari makin naiknya harga komponen kebutuhan hidup dan ketentuan penentuan upah minimum sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
*Akan Demo dan Gugat
Akan melakukan sejumlah aksi demonstrasi apabila pemerintah tidak mendengarkan aspirasi buruh.
“Kami SBSI dan buruh di Indonesia akan mempersiapkan Gugatan Tata Usaha Negara
(TUN) terhadap pemerintah dan unjuk rasa untuk memperjuangkan kenaikan upah minimum tanpa menggunakan PP 78/2015”, ujarnya.
Unjuk rasa juga dilakukan sekaligus menagih janji politik Presiden Jokowi pada pemilu 2014 lalu untuk mensejahterakan buruh Indonesia.
“Kita akan tagih janji Trisakti dari Jokowi pada saat kampanye 2014, yang mana hampir habis masa priodenya sebagai Presiden RI, janji tersebut belum terealisasi pada buruh Indonesia”, jelasnya. (MP)