SBSINews – Semoga buruh sadar telah dijadikan pedal diinjak untuk mencapai tujuannya, Buruh di masa orde baru dijadikan komoditi politik investasi dengan isu upah murah, di zaman ini sepertinya terulang untuk mensinergikan birokrasi yang berbelit rumit, diciptakan RUU OMNIBUS LAW.
Buruh sontak dan protes, ada pengebirian hak dan kewenangan buruh/serikat buruh disana ; kewenangan posisi tawar buruh untuk meningkatkan kesejahteraan buruh akan didegradasi dengan tidak terlibatnya buruh untuk merekomendasikan upah (UMK/UMP), System outsourcing diperluas untuk semua klasifikasi usaha dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu diberlakukan selama lamanya.
Posisi buruh diperhadapkan pada tidak memiliki posisi tawar untuk menentukan kesejahteraannya. Kondisi ini persis diberlakukan di era orde baru, dengan mengkampanyekan upah buruh murah pada investor asing, pemerintah pusat memegang kendali system pengupahan dan LKS Tripartite Nasional dan daerah dibawah kontrol ABRI.
Disaat kondisi bangsa ini melawan badai Pandemik Covid-19, disaat itu pula pemerintah dan DPR ngegas pembahasan RUU OMNIBUS LAW, strategi sungguh tidak beradab itu dilakukan agar buruh dan serikat buruh berhadapan fisik dengan aparat yang sedang mengawal darurat kesehatan, disamping itu serikat buruh yang melakukan perlawanan kehilangan simpati dari seluruh elemen bangsa.
Negara – negara maju dalam perkembangannya telah menerapkan model Green Economy, yaitu kebijakan ekonomi yang ramah terhadap sosial dan lingkungan. Lantas apakah dalam praktiknya model ekonomi Indonesia sudah selayaknya menjadi kelas papan atas ? RUU Ciptaker menjawab sebaliknya Decition Maker bangsa ini malah berpikir mundur dengan mengedepankan perekonomian model kapitalis kuno yang mengedepankan nilai perekonomian dan mengeksploitasi buruh. Bahkan RUU menjustifikasi perusakan lingkungan sebagai contoh pasal 23 menghilangkan kriteria spesifik pengadaan AMDAL, sifat publik, serta pengurangan sanksi administratif bagi pencemar.
RUU OMNIBUS LAW ini memanjakan pemilik modal dengan penurunan persentase pajak dari 22 % hingga 17 %, padahal negara selama ini telah dirugikan dan kerugian itu telah mencapai Rp 500 triliunan dengan pengemplang pajak dan penghindar pajak seperti paman paper.
Saya barisan keras pendukung Jokowi di Relawan Jokowi Sumut, saya mohon Pak Presiden kita kembali ke Semangat Trisakti dan Revolusi Mental.
Untuk saudaraku kaum buruh, Sudalah selayaknya gerakan buruh menguasai parlemen dan berjuang merubah System perburuhan yang adil dan layak pada buruh dan dunia usaha.
Jikalau pemerintah ingin meningkatkan performa ekonomi, kita punya solusi alternatif, tanpa mengorbankan buruh dan lingkungan. Investasi terhadap Human Capital dengan social Investment approach dan lawenforcement dapat menjadi solusi, dengan prinsip Goodgovernance.
Eduard Pakpahan/Aktivis Buruh Sumut