Oleh: Jacob Ereste
JAJARTA SBSINews – Boleh jadi karena kritis – bukan ceriwis – masalah banjir paling heboh kok cuma Jakarta yang dibicarakan. Demikian protes Hambali dari Lebak Banten secara pribadi melalui WhatsApp-nya. Dengan saklek Saudara saya dari Lebak Banten tadi langsung menyebut Jakarta seakan-akan merupakan segala-galanya. Keruan saja Sang Gubernur DKI Jakarta pun jadi bulan-bulanan, termasuk suara sumbang para politisi yang memanfaatkan musibah untuk sekedar numpang nampang guna mendapat sedikit menaikkan retingnya.
Setidaknya nilai politis banjir di Jakarta lebih tinggi ketimbang banjir itu sendiri. Ada juga seorang kawan aktivis yang langsung menuding Anies Baswedan selaku Gubernur yang tidak becus untuk melanjutkan program penanggulangan banjir di Jakarta yang sudah membuat sibuk Pejabat Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, kata dia.
Karena komentarnya terlalu serius, saya coba untuk sedikit meredakan. Dengan gaya berseloroh saya katakan kalau tidak salah infornasinya di sejumlah tempat dan daerah lainnya juga terkena banjir hebat. Sebab air hujan dimana-mana seperti tumpah begitu dakhsyat dari langit. Sementara Anies Baswedan dulu yang saya tahu dulu semasa kuliah di Yogyakarta tak sempat belajar menjadi pawang hujan.
Jadi hujan harus dipahami sebagai rachmat Tuhan yang patut disyukuri. Kalau pun kita terkena dampak buruknya, ya memang harus diantisipasi sebaik-baik mungkin.
Padahal, memahami hakikat musibah secara sederhana saja bisa segera dipaham itu artinya diluar kemampuan manusia. Kalau pun ada upaya untuk mengatasinya, itu sekedar meminimalisir saja dampak buruknya agar tidak semakin parah memperluas derita yang harus kita tanggung.
Jadi heboh nasalah banjir seakan-akan hanya menjadi masalah kita di Jakarta saja, itu tidak benar. Jika pun ada kesan ketimpangan dari pemberitaan oleh media massa, itu pun bukan kesengajaan. Sebab daya jangkau para kuli tinta itu pun terbatas. Bukan saja masalah dana, tapi juga fasilitas untuk menjangkau lokasi terdampak banjir atau bencana tanah longsor dan sejenisnya itu dominan menjadi hambatan.
Jelas terlalu berlebih akibat banjir Kepala Daerah — Gubernur atau Bupati — harus diminta mundur dari jabatannya. Sebab bila begitu caranya, maka selama musim penghujan yang masih panjang ini, harus berapa kali kita mengganti Kepala Daerah ?
Setidaknya banjir di Jakarta ini sama seperti mendera saudara kita di Cimahi, Lebak, Cilegon bahkan Jawa Timur sekitarnya dan Sulawesi Selatan juga diguyur hujan super lebat curahnya.
Banjir dimana-mana yang kita alami itu memang bukan karena warga Jakarta cerewet dan ceriwis. Tetapi lantaran berada pada akses pemberitaan yang gampang dijangkau oleh media. Hari ini pun runtuhnya gedung bertingkat di Kawasan Slipi Jakarta Barat pasti menyedot perhatian orang banyak. Hingga menjelang sore hari Selasa ini pun jumlah korban belum bisa dirinci jumlahnya.
Kita semua sungguh prihatin dan merasa juga perihnya saudara kita yang terjena bencana. Itulahnya lewat medsos kita bisa saling berbagi dan memberi info yang positif guna ikut meringankan derita saudara kita itu.
Jakarta, 6 Januari 2020