SBSINews – Kementerian tenaga kerja masih membahas beberapa poin klaster ketenagakerjaan yang akan dimasukkan dalam omnibus law UU Cipta Lapangan Kerja. Poin-poin tersebut antara lain terkait izin tenaga kerja, definisi jam kerja, pekerjaan yang fleksible, prinsip hiring dan firing.
Plt. Dirjen Binapenta dan PKK Aris Wahyudi mengatakan jika poin-poin tersebut memang masih dibahas internal dan belum dibicarakan dengan serikat pekerja dan serikat buruh. “Ini masih internal,” kata Aris kepada Bisnis, Kamis (12/12/2019).
Dia mengaku, pokok yang sedang ditanganinya adalah isu tenaga kerja asing akan diatur dalam poin izin tenaga kerja. Nantinya, Pepres Nomor 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing akan disempurnakan dalam omnibus law itu
“Kalau saya soal tenaga kerja asing, itu kita tinggal menyesuaikan dengan pepres nomor 20/2018. Nanti pepres itu akan ditingkatkan statusnya dan disempurnakan dalam omnibus law tersebut. Masalah yang lainnya saya kurang tahu,” imbuhnya tanpa menjelaskan lebih rinci terkait Pepres tersebut.
Sementara itu, Sekjen Organisasi Seluruh Pekerja Indonesia (OPSI) Timboel Siregar membenarkan jika pihaknya belum pernah diajak bicara oleh pemerintah dan pengusaha terkait klaster ketenagakerjaan tersebut.
“Soal omnibus law sampai saat ini baik serikat pekerja maupun buruh belum diajak diskusi soal tersebut. Seharusnya mereka sudah diajak bicara karena Pak Jokowi sudah pesan agar komunikasi dibangun kepada seluruh pemangku kepentingan,” kata Timboel dalam pesan singkat.
Sementara itu, ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan omnibus law UU Cipta Lapangan Kerja belum masuk tahap finalisasi.
“Baru semifinal ini,” katanya. Nantinya, UU itu baru akan diserahkan ke DPR pada pertengahan Januari 2020.
Adapun sebelumnya, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Ketenagakerjaan Anton Supit menuturkan omnibus law UU Cipta Lapangan Kerja yang akan dibentuk oleh pemerintah adalah satu ide yang cukup bagi.
Menurutnya, dengan UU ini bisa meniadakan undang-undang yang menghambat investasi. Namun, disamping UU cipta lapangan kerja, masalah kebijakan juga cukup penting untuk dibenahi. Dalam hal ini yang dia maksudkan adalah kebijakan kementerian teknis dan pemerintah daerah.
Selain itu, perlu juga serangkaian tindakan yang bisa meningkatkan daya saing internasional Indonesia melalui program program yang jelas.
“Jadi harus ada serangkaian tindakan yang bisa menciptakan lapangan, karena lapangan kerja itu ada kalau ada investasi masuk. Investasi masuk kalau kita punya izin investasi yang baik dan tentunya iklim investasi yang pada akhirnya membuat daya saing kita itu tinggi. Jadi kuncinya di iklim investasi, kalau kita bisa bikin iklim investasi yang baik dan kebijakan-kebijakan yang membuat investor merasa nyaman.”
Anton mengatakan, selain omnibus law UU Cipta Lapangan Kerja perlu juga ada kebijakan atau program riil yang bisa mendongkrak 12 parameter dalam global competitiveness index yang diluncurkan oleh World Economic Forum.
Parameter tersebut antara lain institusi, infrastruktur, adopsi ICT, stabilitas makroekonomi, kesehatan, keterampilan, produk, pasar tenaga kerja, sistem keuangan, ukuran pasar, dinamika bisnis hingga kemampuan inovasi. (Bisnis.com/SM)