SBDINews – Tim Omnibus Law DPP ( K ) SBSI Andi Naja FP Paraga menegaskan akan memberi masukan dalam pembahasan draf Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang akan dilakukan oleh DPR.
Pihaknya merasa penting untuk memberi masukan tersebut agar direspon DPR daripada sekedar melakukan aksi turun jalan menolak RUU ini. Hal itu disampaikannya dalam pers release yang disampaikan kepada pihak media, Selasa, 6 April 2020 di Jakarta.
“Masukan kepada DPR terkait dengan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini berhubungan dengan nasib kaum buruh yang perlu diperjuangkan, dalam hal ini khususnya yang berhubungan dengan cluster ketenagakerjaan.” jelas Andi Naja.
Dalam rilis yang redaksi terima, masukan dan gagasan yang akan disampaukan itu adalah visi Ketenagakerjaan Gotong Royong yang diinspirasi oleh Sistem Hubungan Industrial Jepang. Untuk itu, saat ini pihaknya memajukan sandingan untuk mengisi RUU CiptaKerja (RUU Omnibus Law) klaster Ketenagakerjaan dengan konsep Hubungan Industrial Gotong Royong dengan belajar dari pengalaman hubungan Industrial Jepang. “Inilah yang kami namai Revolusi Mental Perburuhan,” jelasnya .
Lebih detailnya, ia merinci, dalam Draf RUU yang diserahkan oleh Pemerintah kepada DPR bulan Februari lalu, terdapat 685 halaman, sedang untuk Ketenagakerjaan dimulai dari halaman 554 sampai dengan halaman 582.
“Jangan sampai, judul undang-undangya namanya “CIpta Kerja”, tetapi nyatanya sebenarnya tidak banyak mengatur tentang nasib buruh. Malahan lebih cocok jadi UU kemudahan berinvestasi nampaknya. Karena, yang menyangkut buruh sangat sedikit sekali”jelasnya.
Ini adalah obat baru yang tingkatkan daya penglihatan 89 kali lipat. Gunakan…
Ini adalah obat baru yang tingkatkan daya penglihatan 89 kali lipat. Gunakan…
Dalam kajian yang dilakukan oleh SBSI, lanjutnya, ada beberapa temuan yang membuat RUU Cipta Kerja ini membingungkan.
Misalnya, Pasal 170 :
ayat (1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) undang -undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam undang – undang ini dan atau mengubah ketentuan dalam undang – undang yang tidak diubah dalam undang – undang ini.
Ayat (2) Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Ayat (3) Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pasal 170 ini sangat membingungkan. Bagaimana mungkin Presiden dapat mencabut undang – undang dan cara mencabutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah, yang pembuatannya dapat berkonsultasi dengan pimpinan DPR RI. Dengan demikian pasal ini menempatkan kekuasaan presiden berada di atas undang – undang.
“Pasal-pasal diatas harus dihapus dan diperbaiki oleh DPR nanti saat pembahasan. Saya yakin, tim DPR dalam penyusunan Daftar Inventarisir Masalah (DIM) akan menemukan kejanggalan tersebut”pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, ada 11 klaster yang terdapat dalam Omnibus Law Cipta Kerja antara lain; Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM, Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Kemudahan dan Proyek Pemerintah, dan Kawasan Ekonomi. (Jayakartapos)