Perempuan Afganistan tdk diizinkan mengungkap nama asli mereka.

Saat perempuan menikah. Namanya tdk tertera di undangan pernikahannya. Saat sakit, namanya tidak muncul di resep dokter. Bahkan jika meninggal, Namanya tidak muncul pada sertifikat kematiannya.
Seperti itulah “penghilangan” identitas perempuan yang sekaligus hilangnya hak-hak perempuan.

Padahal thn 70 – 80an, Perempuan2 Afganisthan seperti perempuan Indonesia tahun 90an yg masih mengenakan pakaian biasa tanpa gamis, jilbab apalagi cadar. Saat itu perempuan Afganisthan boleh sekolah, bekerja dan berkarir apa saja.

Pelan tapi pasti perempuan Afganisthan digiring untuk tidak punya hak apapun atas dirinya sendiri. Mereka hanya jadi “budak” kaum pria. Harus diam saja bahkan menerima saat dipoligami karna ditakut-takuti dan diiming-iming surga.

Mereka tidak boleh punya keinginan dan harus mematikan perasaannya. Wanita dianggap hanya seonggok daging yg tidak punya hati yg harus dibungkus rapat-rapat supaya tidak terlihat dan dikenali.

Awalnya para perempuan Afganisthan itu didoktrin untuk berjilbab, setelah itu dipaksa bercadar. Mereka tidak boleh bekerja dan berkarir.

Selanjutnya satu persatu langkah-langkah penghilangan identitas perempuan Afganisthan dipaksakan.

Dan langkah-langkah penghilangan identitas perempuan di Afganisthan sekarang sedang diterapkan di Indonesia. Disini baru sampai pada langkah
jilbabisasi menuju ke cadarisasi.

(Tulisan Ainur Ridlwan Muthahhari )
– Pemerhati Sosiol-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here