Oleh : Arsula Gultom

Gerakan buruh di Indonesia telah mengarungi perjalanan panjang dari masa kolonial hingga saat ini. Kondisi politik tiap rezim mempengaruhinya dengan signifikan. Kini, gerakan tersebut disebut rentan disusupi muatan politik yang tak relevan dengan isu perburuhan.

Di tahun 1950an, serikat buruh banyak yang berafiliasi dengan partai. Serikat Buruh Islam Indonesia yang berdiri pada 27 November 1948, menurut Iskandar Tedjasukmana dalam Watak Politik Gerakan Serikat Buruh Indonesia (2008), bernaung di bawah partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).

Partai Nahdlatul Ulama dekat dengan Serikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi). Menurut MC Ricklefs dalam Mengislamkan Jawa (2013), Sarbumusi lahir untuk menyaingi organ buruh PKI tahun 1950an, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI).

Dalam sejarahnya, SOBSI yang berdiri di Jakarta pada 29 November 1946 dipimpin orang-orang macam orang-orang yang dicap PKI seperti Setiadjit, Njono, Munir maupun Harjono. Ketika Peristiwa Madiun terjadi pada 1948, serikat buruh ini kehilangan tokoh pentingnya seperti Setiadjid maupun Maruto Darusman.

Ketika SOBSI menguat di tahun 1950an, PKI juga mulai menguat lagi. Partai komunis ini bahkan tampil dalam empat besar pemenang Pemilu 1955. Wakil-wakil PKI yang belakangan duduk di parlemen sudah seharusnya bisa menjadi pembawa suara buruh yang disuarakan SOBSI.

Meski belasan tahun jaya bersama PKI, SOBSI juga harus menanggung naas yang tak kalah berat ketika PKI dihabisi setelah 1966. Menjadi anggota sarekat buruh di SOBSI disamakan dengan anggota PKI. Ditambah cap ateis dan anti-Pancasila pula.

Peluang Serikat Buruh

Dalam 100 tahun perjalanannya karakter serikat buruh telah berubah banyak. Akan tetapi secara umum serikat buruh masih memiliki fungsi yang sama. Serikat buruh adalah alat yang digunakan oleh buruh untuk memastikan agar ia menerima upah yang sesuai dengan hukum upah kapitalis dan sesuai dengan kondisi pasar tenaga kerja. Dalam sistem ekonomi kapitalis dimana buruh adalah penjual tenaga kerja (labour power) dan kapitalis adalah pembeli, maka serikat buruh adalah alat tawar yang digunakan buruh agar hukum penawaran dan permintaan tenaga kerja dipatuhi.

Sebagai konsekuensinya, selama 100 tahun keberadaannya, kelas buruh tidak pernah bisa menimbun nilai lebih karena apa yang diperolehnya dari upah segera dikonsumsinya untuk bisa hidup. Ia hidup hanya dari hari ke hari, dari tangan ke mulut. Ia lahir tanpa memiliki sesuatu pun, dan masuk liang kubur juga tanpa memiliki sesuatu pun. Sementara kelas kapitalis dari hari ke hari terus menimbun nilai lebih atau kapital yang semakin hari semakin besar, hingga hari ini 150 orang terkaya di indonesia memiliki jumlah kekayaan yang setara dengan 127 juta tenaga kerja Buruh Indonesia. Seratus tahun perjuangan serikat buruh tidak mampu mengubah secara fundamental ketimpangan yang ada dan menghentikan laju polarisasi kekayaan antara buruh dan pemilik modal.

Akan tetapi ini tidak berarti semuanya adalah sia-sia. Lewat pengalamannya dalam perjuangan serikat buruh, kaum buruh menyadari keterbatasan dari serikat buruh dan reforma-reforma ekonomi. Mereka melihat bagaimana semua perjuangan normatif mereka tampak seperti perjuangan yang tiada akhir, seperti mengejar pelangi, dari satu PKB ke PKB yang lain, dari satu UMK ke UMK yang lain, yang senantiasa tidak lebih dari pertahanan dari serangan profit. Kenyataan ini mendorongnya untuk mulai memikirkan masalah kekuasaan, yakni masalah politik.Dengan asumsi peluang kekuatan adannya 14 Konfederasi dan 120 Federasi serikat buruh/serikat pekerja di Indonesia serta 127 juta tenaga kerja formal dan informal di Indonesia

Perlunya Partai Buruh

Pengalaman perjuangan yang diperoleh oleh buruh lewat serikat-serikatnya niscaya mengarahkannya ke pembentukan partai politik. Bagaimana mungkin tidak? Setiap aspek kehidupannya dikendalikan oleh pemerintah. Upah – dan kondisi-kondisi kerja lainnya – bukan lagi masalah yang terbatas antara buruh dengan pemilik modal saja, tetapi juga diatur oleh kebijakan-kebijakan pemerintah. Akses ke pendidikan dan kesehatan, subsidi BBM, masalah lingkungan hidup, masalah tanah bagi kaum tani, dsb. yakni semua hal yang mempengaruhi hajat hidup tidak hanya buruh tetapi seluruh rakyat pekerja ada di bawah kuasa negara. Karena negara yang ada adalah negara borjuis, yakni komite yang mengurus kepentingan umum dari para pemilik modal, maka tidak bisa tidak negara yang ada akan meloloskan kebijakan-kebijakan yang pro-kapital, seperti PP78 tahun 2015.

Dibawah ini contoh model Serikat buruh mendirikan partai buruh yg saya kutip dalam tulisan Prof. DR. Muchtar Pakpahan, SH MA yg di muat THE PRESIDENT POS (Buruh dan Politik Belajar Dari Pengelaman Internasional)

Berikut ini saya akan uraikan dengan singkat hubungan buruh dengan partai politik tipe 2 di beberapa Negara yang saya anggap dapat mewakili pola hubungan buruh dan politik di Negara-negara maju, yakni Selandia Baru, Jerman, Inggris, Polandia, dan Brazilia.

Selandia Baru. Tadinya ada dua serikat buruh besar NZFL (New Zealand Federation of Labour) dan CSU (Combined States Union) ditambah dengan beberapa yang kecil. Tahun 1987, NZFL dan CSU merger membentuk NZCTU (New Zealand Confederation Trade Union). Saat ini NZCTUmempunyai 39 serikat buruh yang berafliliasi. NZCTU mewakili buruh resmi menguasai Partai Buruh. Presiden Partai Buruh selalu berasal dari fungsionaris NZCTU, tetapi tidak boleh menduduki jabatan politik pemeintahan menjadi anggota parlemen, Menteri atau Perdana Menteri. Tugas Presiden partai adalahmewakili Serikat Buruh mengatur dan mengontrol pejabat politik yang dari partai Buruh. Misalnya 2009-2011 Presiden Partai Buruh adalah Andrew Little yang juga sebagai Sekjen NZCTU. Dengan hubungan seperti itu, buruh Selandia baru adalah penikmat taraf hidup paling makmur, dan Selandia baru adalah Negara yang setiap tahunnya terpilih sebagai Negara terbersih dari korupsi bersama Singapura, Swedia, Norwegia, Finlandia, dan Denmark.

Jerman.Tahun 1949, seluruh Serikat Buruh Jerman bergabung ke dalam DGB (Deutscher Gewershaft Bun). DGB yang didominasi buruh metal menjadi payung terutama di bidang politik terhadap semua Serikat Buruh. Di bidang politik, DGB menguasai Partai Sosial Demokrat (SDP) yang dulunya bernama Social democrat Labour party (Partai Buruh Sosial Demokrat). Voorzitter (Ketua Umum) SDP biasanya menjadi Kanselir bila SDP menjadi pemenang pemilihan umum. Ketika Kanselir sebagai pemimpin pemerintahan berasal dari SDP, diterapkanlah welfarestate. Jerman terkenal penyelenggara welfarestate yang terkuat di dunia dan juga pengkampanye welfarestate. Ada dua partai politik terbesar di Jerman yakni Partai Sosial Demokrat dan partai Kristen demokrat.

Inggris (Great Britani). Inggris sudah mengalami tradisi serikat buruh yang cukup lama. Sejak tahun 1868, Inggris memiliki satu payung serikat buruh bernama TUC (TradeUnion Congress), dimana ada 58 serikat buruh federasi beraffiliasi kepada TUC. TUC mempunyai hubungan kuat dengan Partai Buruh Inggris. Bila Partai Buruh memenangkan pemilihan umum, presiden partai buruh otomatis menjadi Perdana Menteri. Di Inggris ada dua partai politik besar partai Buruh dan Partai Konservatif. Karena Inggris adalah akar sejarah perkembangan serikat buruh dimana bapak serikat buruh Karl Marx berdiam dan meninggal di Inggris, maka wajarlah Inggris termasuk Negara welfarestate yang tertua.

Polandia. Waktu Lech Walesa berjuang mengadvokasi buruh, Polandia adalah sebuah Negara komunis, dengan tradisi serikat buruh dibawah kontrol Negara dan partai komnunis. Dalam keadaan buruh hanya objek politik, Lech Walesa menggerakkan buruh NSZZ (Niezalezny Samorzadny Zwiazek Zawodowy) atau Solidarnosc. Ketika reformasi berlangsung ahir tahun delapan puluhan, langsung ada pemilihan umum. Solidarnosc yang sebuah serikat buruh sekalian menjadi partai politik dan mencalonkan Lech Walesa dan terpilih menjadi presiden. Sejak itu Polandia menjadi Negara demokrasi dan menyelenggarakan walfarestate. Polandia adalah satu-satunya Negara yang Serikat Buruhnya sekalian menjadi partai Buruh. Kondisi ini pada awalnya banyak mendapat kritik dari kawan-kawan pemimpin buruh dunia.

Brazilia. Di Brazilia ada 4 Serikat buruh nasional 1. CUT (Central Unica dos Trabalhadores) 2. CNPL (Confederacao Nacional dos Profissoes Liberaes) 3, FS (Forca Sindical) dan 4. UGT (Uniao Gerald dos Trabalhadores). Yang terbesar adalah CUT dibawah pimpinan Luis Inacio Lulla da Silva atau dikenal Lulla. CUT mendirikan Partai Buruh ahir delapan puluhan. Lulla calon presiden tiga kali gagal yakni 1990, 1994, 1998. Baru terpilih menjadi presiden pada putaran keempat kali yakni 2002, setelah ketigaserikat buruh lainnya pun (CNPL, FS dan UGT) ikut mendukung Partai Buruh. Tahun 2001, Brazilia tinggi angka pengangguran dan tinggi angka kriminalitas, serta banyak tanah rakyat dirampas oleh Konglomerat. Setelah Lulla menjadi presiden Brazilia, welfarestate direalisasikan, angka pengangguran rendah, angka kriminalitas rendah, beberapa tanah rakyat yang dirampas konglomerat dikembalikan ke rakyat pemilik dan rakyatpun masih memilih presiden pengganti Lulla dari partai Buruh. Hal seperti ini terjadi di Korea Selatan dan Afrika Selatan.

Menyadari ini buruh terdorong untuk mengintervensi kebijakan-kebijakan pemerintah kapitalis ini dengan perjuangan politik. Dalam sejarah kita melihat bagaimana serikat-serikat buruh – dan terkadang juga dengan elemen-elemen rakyat pekerja lainnya – bersatu membentuk partai politik. Lewat partai politiknya sendiri, yang dibangun dengan keringatnya sendiri, buruh mengedepankan kandidat-kandidat mereka dalam pemilu, dari tingkat kota sampai nasional. Tujuannya agar buruh punya perwakilan parlemen yang bisa menyuarakan kepentingan buruh dalam melawan kebijakan-kebijakan pro-kapital dan meloloskan kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat.

Reformasi atau Revolusi Regulasi

Kalau serikat buruh adalah sekolah dasar bagi perkembangan kesadaran kelas buruh, maka partai buruh adalah sekolah lanjutannya. Di sini kita lalu dihadapkan dengan pertanyaan: apa yang ingin kita capai lewat sekolah-sekolah ini? Apa tujuan akhir dari gerakan buruh? Serikat buruh dan partai buruh hanyalah alat untuk sebuah tujuan tertentu. Mereka bukan akhir dalam dirinya sendiri. Keberhasilan dari alat-alat ini akan tergantung pada pemahaman yang tepat akan tujuan dari gerakan buruh.

Telah di paparkan di atas bahwa sebaik-baiknya perjuangan serikat buruh tidak akan mampu menghilangkan eksploitasi buruh dan ketimpangan ekonomi yang inheren antara buruh dan pemilik modal. Dalam kasus yang paling baik, perjuangan serikat buruh hanya akan memberikan kondisi semi-beradab bagi buruh, ini pun hanya sementara dan hanya untuk selapisan kecil kaum buruh.

Sumber dari eksploitasi buruh adalah kenyataan bahwa ada segelintir pemilik modal yang memiliki alat-alat produksi (bank, pabrik, kantor, perkebunan, pertambangan, dsb.) dan mayoritas pekerja yang tidak memiliki apapun selain komoditas tenaga kerjanya, yang dijualnya ke kapitalis untuk upah dan digunakan oleh kapitalis untuk meraup nilai-lebih. Relasi produksi inilah yang akan selalu meletakkan buruh sebagai budaknya kapitalis. Penyelesaiannya adalah merubah regulasi- regulasi dan menghancurkan relasi produksi kapitalis ini, dengan menyita alat-alat produksi ini dari tangan kapitalis, meletakkannya di tangan kaum buruh, yang akan dijalankan secara kolektif dan demokratis untuk pemenuhan kebutuhan seluruh rakyat.

Masuknya buruh ke dalam gelanggang politik memberi mereka kemungkinan atau potensi untuk menghapus eksploitasi buruh untuk selama-lamanya. Namun apa yang merupakan potensi tidak otomatis akan menjadi kenyataan, dan untuk mengubah apa yang potensial menjadi kenyataan dibutuhkan kepemimpinan dan program revolusioner. Membentuk partai politik saja tidak akan menyelesaikan masalah buruh kalau tidak disertai dengan program serta stratak yang bertujuan menumbangkan kapitalisme dan mendirikan Sosial Demokrasi (Sosdem).

Partai buruh masih akan memperjuangkan reforma-reforma bagi buruh di bawah kapitalisme, tetapi ini dilakukannya sebagai persiapan menuju revolusi sosial Demokrasi. Lewat perjuangan sehari-hari, Partai buruh akan mempersiapkan kesadaran buruh untuk revolusi sosial Demokrasi.

Dari serikat buruh ke partai buruh, dan akhirnya ke perebutan kekuasaan secara revolusioner oleh kaum buruh. Inilah satu-satunya jalan bagi buruh

Atau apabila serikat buruh dan buruh tidak bersatu akan menjadi SEJARAH bahwa dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 berbunyi “ Tiap – tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan “ MUSTAHIl di Peroleh Buruh.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here