Sudah bisa diduga sebelumnya pengumuman Kemenakertrans Ida Fauziah, tentang upah buruh tidak akan dinaikkan untuk tahun 2021, itu merupakan  keputusan culas secara sepihak. Sebab pengumuman yang yang dilakukan Kemenaker itu tidak ada rekomendasi atau persetujuan dari Dewan Pengupahan Nasional (Dapenas). Jadi kesannya pun dalam pernyataan Ida Fauziah itu seakan-akan hak untuk menaikkan atau tidak menaikkan upah buruh itu adalah hak sepenuhnya pemerintah. Hingga sempat berkembang di kalangan buruh, bagaimana  mungkin pemerintah yang menentukan upah buruh.

Kesan keputusan yang culas itu semakin meyakinkan bila pemerintah memang otoriter dan mengabaikan kepentingan buruh, karena pemerintah lewat Kemenakertrans jelas lebih  mementingkan keuntungan pengusaha dan mengabaikan hak-hak dan kepentingan buruh. Kalau pun upah buruh tidak akan dinaikkan untuk tahun 2021, etika dan aturan formalnya harus dibicarakan secara terbuka bersama Dapenas. Dewan Pengupahan Nasional jekas-jelas menampik Tak Ada Memberi Persetujuan Penundaan UMP 2021. (Inews.Com 30 Oktober 2020) Dapenas telah memberikan penjelasan terkait persetujuan penundaan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP). Dan klaim dari Menteri Tenaga Kerja mengenai  persetujuan yang disampaikan itu tidak ada dalam pleno Dapenas. Mirah Sumirat, salah seorang anggoga Dapenas memberikan kesaksiannya. “Saya menginformasikan tak pernah ada persetujuan di dalam rapat pleno terkait dengan tidak naiknya UMP 2021,” ujar Mirah Sumirat.Jadi Ida Fauziah telah menebar berita bohong, memanipulatif fakta dan etika yang patut dalam Dapenas.

Keterangan yang termaktub dalam Surat Edaran Menaker Nomor 11/HK04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum 2021 tidak naik itu adalah keputusan sepihak. Lantas etika seperti apa yang patut bagi seorang pejabat publik di negeri ini yang secara terang terangan culas mencatut otoritas Depenas untuk memberi persetujuan guna menentukan naik atau tidak upah buruh tahun berikutnya. “Ini sangat mengejutkan saya selaku anggota Depenas”, kata Mirah Sumirat. Apabila ada kalimat dari siapa pun atau pejabat mengaku ada yang  merekomendasikan dari Depenas, itu sangat-sangat mengejutkan. “Kalau ada yang bilang sudah disetujui, itu bohong” katanya.

“Lantas apa sanksinya yang pantas dikenakan  terhadap pejabat yang berbohong seperti itu” tanya Chairudin, seorang buruh saat diskusi rutin Atlantika Institut Nusantara di Tangerang Sabtu, 31 Oktober 2020. Menurut Mirah Sumirat, dalam rapat pleno Depenas belum pernah ada keputusan kolektif yang ditetapkan. Masing-masing perwakilan menurut Mirah Sumirat masih memberikan rekomendasi saja terkait dengan pengupahan untuk tahun 2021, katanya menegaskan. Pembahasannya masih baru akan dilakukan lebih lanjut. Meski begitu dia pun mengakui ada rekomendasi dari pengusaha yang diwakili oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).  Upah buruh untuk 2021 diusulkan sama nilai besarannya dengan upah tahun 2020. Sementara wakil dari kaum buruh merekomendasikan penetapan upah 2021 diserahkan pada Dewan Pengupahan Daerah.

Jadi forum Tripartit yang bertugas memberikan saran, dan pertimbangan kepada pemerintah terkait perumusan kebijakan pengupahan itu telah diambil alih oleh Menaker, atau pemerintah secara sepihak, Kementerian Ketenagakerjaan. “Saya sudah konfirmasi ini kepada Wakil Ketua Depenas Pak Sunardi dan unsur serikat pekerja, serikat buruh. Beliau juga kaget, dan tidak tahu. Jadi tidak pernah ada rekomendasi dari Depenas terutama dari serikat pekerja/serikat buruh yang mdnystakan  bahwa tidak ada kenaikan upah minimum 2021,” katanya. Selaku Menteri Tenaga Kerjs, Ida Fauziyah sudah membuat Surat Edaran yang menyatakan telah sesuai dengan kondisi saat ini. Bahkan, secara legal formal katanya sudah dilakukan melalui kajian intensif. Salah satunya, mendapat rekomendasi dari Dewan Pengupahan Nasional, klaim Ida Fauziah.

Banten, 31 Oktober 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here