Oleh: Jhoni Simorangkir.

JAKARTA SBSINews – Kasus kematian dua ABK nelayan yaitu Sefri (26 tahun) pada Desember 2019 dan Ari (25 tahun) Pebruari 2020 dan jenasahnya telah dilarung ke laut oleh Kapal Longsing 629 berbendera China kembali menghentakkan berita didunia pelaut Indonesia.

Dua ABK nelayan yaitu Sefri 26 tahun pada bulan Desember 2019 dan Ari 25 tahun Pebruari 2020 dan jenasahnya telah dilarung ke laut.

Peristiwa ini berulang kembali dan sampai saat ini kematiannya belum terungkap karena apa ? Sebenarnya ada tiga yang meninggal namun berita itu mengatakan ada dua orang saja yang dilarung ke laut.

Kenapa harus dilarung kelaut, menurut International Labor Organisation harus mempunyai persyaratan:
Jika pelaut atau penumpang dalam pelayaran meninggal, Nakhoda harus segera melaporkannya kepada pemberi kerja dan keluarga korban bahwa karena kondisi tertentu mayat harus dikubur di laut. Pelarungan di laut boleh dilakukan setelah memenuhi beberapa syarat, yaitu:

  1. Kapal berlayar di perairan internasional
  2. ABK telah meninggal lebih dari 24 jam atau kematiannya disebabkan penyakit
    menular dan jasad telah disterilkan.
  3. Kapal tak mampu menyimpan jenazah karena alasan higienitas atau pelabuhan melarang kapal menyimpan jenazah, atau alasan sah lainnya.
  4. Sertifikat kematian telah dikeluarkan oleh dokter kapal (jika ada).

Saat pelarungan dilaut Nakhoda akan melakukan upacara kematian dan biasanya memberikan alat pemberat kepada jenazah segera tenggelam dan tidak melayang.

Upacara harus direkam atau difoto sedetail mungkin. Peninggalan Almarhum seperti barang-barangnya, pakaian dan barang-barang pribadi lainnya akan diteruskan kepada keluarga Almarhum. Semua acara diatas harus dibuat berita acaranya yang ditandatangani oleh Nakhoda atau yang mewakili dan saksi.

Bagaimana kondisi sebelumnya ABK yang dikabarkan meninggal ?

Informasi dari beberapa sumber telah diduga:
Pertama; bahwa ABK tersebut bekerja sekitar 18 jam/hari, artinya telah terjadi perbudakan. Upahnya sangat rendah, tidak sesuai perjanjian kerja. Kedua; tidak dilaksanakan MLC 2006 (Maritime Labour Convention/Konvensi Ketenagakerjaan 2006) khususnya kesejahteraan ABK. Ketiga; Tidak adanya konpensasi terhadap jam kerja.

Korban sudah punya Sertifikat Kesehatan Internasional yang berlaku dua tahun.
Aturan ILO No. 188 tahun 2007 mengatakan bahwa masa istirahat seorang ABK tidak boleh kurang dari: (1) sepuluh jam untuk jangka waktu 24-jam; dan. ( 2) 77 jam untuk jangka waktu 7 hari.

Apakah Pantas ABK yang meninggal tersebut dilakukan Pelarungan

Sebenarnya tidak ada alasan untuk segera dilarung. Bahwa Kematian ABK tersebut kejadiannya bukan di laut Internasional melainkan dekat dengan daratan Selandia Baru. Tiap kapal ikan mempunyai ruangan freezer yang besar sehingga jenasahnya bisa didinginkan sehingga tidak mengalami pembusukan dan bisa bertahan lama. Tidak dilakukan prosedur otopsi untuk menghindari pengungkapan penyebab kematian.

Dari data diatas bisa saja korban kelelahan atau keletihan, dan mengalami stress tingkat tinggi.

Apa yang saat ini bisa dilakukan keluarga yaitu:
Segera mengurus gaji dan pendapatan lainnya, dana duka, asuransi dan lain sebagainya.

Menuntut PT. KBS yang berlokasi di Pemalang Jawa Tengah sebagai agen di Indonesia, bahwa saran untuk pemerintah dalam hal ini adalah: (2) Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu untuk segerah membenahi agen penyalur tenaga kerja pelaut dan menetapkan tingkat kesejahteraan bagi pelaut sebelum mereka berangkat ke laut untuk melakukan pelatihan sehingga mereka mempunyai sertifikat kepelautan sesuai dengan STCW Manila. (2) Kementerian Perhubungan: untuk segera tetapkan sistem penggajian pelaut yang sampai saat ini belum ada yang kadang-kadang masih lebih rendah dari UMP.

Benahi sistem Pelatihan dan sertifikasi pelaut dan perlu adanya pengawasan.

Jhoni Simorangkir, Pengurus DPP SBSI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here