SBSINews – Pemerintah lewat Menaker di beberapa media online selalu mengatakan uang pesangon tidak dihapus, tidak dihilangkan dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Benarkah itu?
Demikian ungkap Rudiansyah dari (K) SBSI Kubu Raya mempertanyakan konsep RUU Omnibus Law yang digagas pemerintah dan ditengarai akan mencelakakan kaum buruh ini.
Jika dibaca naskah Pemerintah berupa laporan analisis dan evaluasi terhadap peraturan ketenagakerjaan yang dikerjakan “Tim” BPHN Kemenkumham tahun 2018 yang diketuai Prof. Payaman Simanjuntak, Tim merekomendasikan rumusan uang pesangon (UP) yang diatur dalam Pasal 156 ayat (2) UU No. 13/2003 yang disebut PALING SEDIKIT 1 kali DIUBAH menjadi PALING BANYAK 1 kali.
Artinya, pekerja/buruh yang di phk karena alasan misalnya efisiensi dan mempunyai masa kerja 24 tahun menurut UU 13/2003 berhak mendapat UP 18 bln. Tapi jika rekomendasi Tim BPHN itu dimasukkan ke dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Klaster Ketenagakerjaan maka pekerja/buruh hanya berhak mendapat UP sebanyak 9 bulan upah.
Kemudian uang penghargaan masa kerja (UPMK) yang diatur dalam ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU 13/2003 juga direkomendasi Tim BPHN untuk DICABUT =dihapus =dihilangkan (lihat tulisan dalam potongan kertas kerja BPHN Pdi bawah).
Artinya, pekerja/buruh yang di phk karena alasan misalnya efisiensi dan mempunyai masa kerja 24 tahun menurut UU 13/2003 berhak mendapat UPMK 10 bulan. Tapi jika konsep Tim BPHN itu diadopsi dalam Omnibus Law maka UPMK 10 bulan itu menjadi hilang.
Bayangkan
Si Badu bermasa kerja 24 tahun dan upah 5 juta/bulan. PHK karena efiensi.
Jika memakai ketentuan UU 13/2003 maka si Badu akan dapat hak atas terjadinya PHK sebesar:
- UP = 2 x 9 x 5 jt = 90.000.000
- UPMK = 10 x 5 jt = 50.000.000
- UPH = 15% x 140 jt = 21.000.000
Total = 161.000.000
Tapi jika memakai ketentuan yang direkomendasikan Tim BPHN maka si Badu hanya akan mendapat hak atas terjadinya PHK sebesar :
- UP = 1 x 9 x 5 jt = 45.000.000
- UPH = 15% x 45 jt = 6.750.000
Total = 51.750.000
Berarti hilang Rp 109.250.000 atau berapa ratus persen?
Bukankah ini termasuk penghilangan uang pesangon?
Padahal dengan menggunakan UU No. 13/2003 saja pun dengan masa kerja 24 tahun dan upah 5 jt pengusaha hanya membagi keuntungannya kepada setiap orang yang membesarkan perusahaan sebesar Rp 18.634/hari. Moralnya, biarlah itu menjadi tabungan pekerja/buruh.
Karenanya, rekomendasi Kelompok Kerja (“Tim”) BPHN Kemenkumham itu akan dilawan pekerja/buruh dan SP/SB jika diadopsi dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Klaster Ketenagakerjaan. (
BPHN Kemenkumham/Jacob Ereste)
- https://www.bphn.go.id
- pokja_peraturan_peruuan_ketenagakerjaan.pdf