SBSINews – Dugaan korupsi yang terjadi di PT Asabri disinyalir modusnya sama seperti kasus PT Jiwasraya. Di sisi lain, pemerintah diminta segera menyelesaikan masalah dugaan korupsi PT Asabri tanpa mengganggu dana buruh di BPJS Ketenagakerjaan.
Awal tahun 2020 diwarnai beberapa kasus dugaan korupsi di BUMN, antara lain PT Jiwasraya dan berlakangan muncul di PT Asabri. Kasus Jiwasraya terkait gagal bayar polis asuransi nasabah yang potensi merugikan keuangan negara sebesar Rp13,7 triliun termasuk jutaan nasabahnya. Informasi terakhir Kejaksaan Agung telah menetapkan 5 tersangka. Sementara kasus PT Asabri masih ditelusuri kebenarannya.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan semua dugaan kasus korupsi harus dibongkar dan dibawa ke pengadilan. Hal tersebut diutarakan saat menanggapi pertanyaan wartawan terkait dugaan korupsi di PT Asabri.
“Semua kasus korupsi itu harus dibongkar dan bukan hanya dibongkar, tetapi dibawa ke pengadilan. Kita akan proporsional, kan nanti kita ada jalurnya, jalur hukumnya itu kemana, yang melakukan tindakan itu siapa, semuanya sudah ditentukan Undang-Undang,” kata Mahfud sebagaimana dilansir laman polkam.go.id, Senin (13/1/2020).
Mahfud menjelaskan saat ini PT Asabri divalidasi suatu institusi atas permintaan BPK karena disinyalir memiliki pola yang sama dengan kasus PT Jiwasraya. “Modus operandinya sama. Mungkin ada beberapa orangnya sama, tapi nantilah, yang penting itu akan dibongkar, karena itu melukai hati kita semua,” kata dia.
Menurut Mahfud, kasus serupa pernah terjadi di PT Asabri sekitar tahun 2000-2001, dan sudah diproses di pengadilan dengan terpidana berasal dari kalangan swasta dan TNI aktif. Mahfud menyayangkan kasus seperti ini terjadi lagi. Sebelumnya Mahfud mengatakan dalam waktu dekat akan mengundang Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri BUMN Erick Tohir untuk membahas persoalan di PT Asabri ini.
Menanggapi berbagai kasus yang dialami BUMN, Anggota Komisi VI DPR Amin AK, di sela sidang paripurna DPR, Senin (13/1/2020), menilai saat ini momentum tepat bagi DPR membentuk panitia khusus (pansus) sebagai pelaksanaan fungsi pengawasan DPR. Pansus ini tidak hanya untuk kasus PT Jiwasraya, tapi juga Asabri, Garuda Indonesia, dan PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari.
“Pertimbangannya kasus-kasus yang dialami BUMN tersebut sangat besar dari sisi nilai nominalnya dan tentu sangat berdampak sistemik. Apapun model penyelesaian yang akan dilakukan, pasti akan berdampak pada keuangan negara,” ujar Amin sebagaimana dikutip laman dpr.go.id.
Menurut Amin, pansus diperlukan agar penyelesaian kasus dilakukan lintas komisi di DPR. Politisi fraksi PKS ini berharap DPR bisa mendapat informasi lebih dini dan lengkap ketika ada BUMN “sakit” agar bisa mampu diatasi dan dicari jalan keluarnya.
Selesaikan dulu Asabri
Koordinator advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai dugaan kasus korupsi di PT Asabri penting untuk dituntaskan. Kasus ini menjadi salah satu bukti buruknya pengelolaan BUMN. “Bisa jadi persoalan yang dialami PT Asabri ini terkait mismanajemen. Pemerintah harus serius menyelesaikan kasus ini sampai tuntas,” kata Timboel di Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Mengacu UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS, Timboel mengingatkan PT Asabri dan PT Taspen akan ditransformasi ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat pada tahun 2029. Mengutip Pasal 65 ayat (1) dan (2) UU BPJS, PT Asabri diperintahkan untuk menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.
Begitu pula PT Taspen, diperintahkan untuk menyelesaikan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029. Tapi mengingat kasus yang dialami PT Asabri, Timboel mendesak pemerintah untuk terlebih dulu menyelesaikan persoalan ini sebelum meleburkan PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan.
Timboel meminta jangan sampai pemerintah menyelesaikan masalah PT Asabri ini setelah meleburkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Menurut Timboel, nantinya tindakan ini sangat merugikan kaum buruh yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan karena dana mereka berpotensi akan digunakan untuk menyelesaikan sekitar Rp10 triliun dampak dugaan korupsi PT Asabri. (Hukumonline.com/SM)