Oleh: Jacob Ereste
Ketika masih banyak rakyat yang menahan lapar, sungguh ironis bila atas nama pemerintah hendak memusnahkan ribuan ton beras. Dan jelas dalam kasus janggal ini pasti ada yang salah.
Pertama kok bisa menimbun beras tanpa hitungan yang pasti dan jelas. Lalu mengapa beras begitu banyak bisa dikelonin begitu tanpa pernah punya niat dan rencana hendak didistribusikan saja kepada rakyat yang lapar ?
Keberadaan beras sebanyak itu yang mau mubazir pasti ada keanehan dan keganjilan. Mulai dari pembeliannya yang manipulatif karena hendak memperoleh premi atau persentase keuntungan dibawah tangan, sungguh janggal dan patut diusut kejahatan apa sesungguhnya yang dibalik akrobatik politik-ekonomi yang keji itu.
Dalam ajaran agama apapun, membuang-buang makanan, apalagi bersifat pokok dan sangat diperlukan oleh rakyat banyak yang terus menahan lapar — jelas dianggap đosa tidak terampunkan.
20 ribu ton beras itu yang hendak dimusnahkan, seperti menghina akal sehat dan akal yang tidak baik untuk manusia dan Tuhan menurut keyakinan agama apa saja. Sebab cara seperti itu dapat segera dipastikan adanya niat jahat.
Setidaknya mau mendapat untung dari bilangan angka percaloan maupun persentase dari transaksi jahat yang tidak mengindahkan kepentingan orang banyak.
Aparat pemerintah yang melakukan praktek rente serta mencari keuntungan dari jabatannya yang disalahgunakan itu, jelas culas, khianat dan menipu rakyat. Sebab pemerintah disusun dan dibuat untuk mengurus kepentingan rakyat yang memberi mandat. Itu sebabnya banyak orang tidak percaya pada aparatur negara maupun pemerintahan yang suka sesumbar paling Pancasilais. Sebab Pancasila itu bukan untuk dihapal apalagi dipamerkan, karena Pancasila itu harus diamalkan dalam wujud yang nyata dan terimplentasi dalam sikap dan perbuatan. Bukan buah bibir seperti yang sering disesumbarkan.
Indikator negeri kita ini sudah menganut paham kapitalistik — yang kini masuk dalam generasi neo-liberal pada era milineal sekarang ini — persis seperti prilaku pejabat yang korup, tak tahu malu dan birahi berburu rente di tengah rakyat dan warga masyarakatnya yang lapar dan didera derita kemiskinan. Lantaran hasil panen yang dipetiknya juga dibiarkan menjadi mangsa tengkulak.
Persis seperti pupuk yang menjadi bahan mainan para aparat pengawas dari pemerintah yang ikut berburu rente dalam distribusi pupuk yang dibiarkan mencekik para petani.
Dari 20 ribu ton beras yang hendak dimusnahkan itu, bayangkanlah bila untuk per kilogram saja bila pejabat pengelolanya mendapat untung atau persentase Rp 1000 saja. Maka nilai uang yang bisa dia tilep sebesar 20.000.000 kilogram dikali Rp 1.000 maka tiong-tiong uang yang bisa dikantungiknya sebesar Rp 20 milyar.
Nilai uang sebesar itu sekedar persentase dari percaloan beras sebanyak 20.000.000 kilogram itu. Lha, berapa nilai rente yang bisa dia garuk dari pembelian gula, kacang, kedele, bahkan pembelian jagung dan garam yang tidak pernah dia pasok dari petani kita sendiri. Dan patani kita pun tega-teganya dibiarkan semakin merana dan sengsara.
Banten 7 Desember 2019