Kalangan advokat lagi galau. Penyebabnya adalah Peraturan Menristesdikti (Permen) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat.
Jika Permen itu menang di Mahkamah Agung (MA) maka untuk menjadi advokat atau pengacara akan semakin berat. Karena advokat nantinya harus kuliah tiga tahun. Bahkan, nilai minimal bagus (B) dan secara keseluruhan IPK 3.00. Permen ini kini sedang digugat kalangan advokat ke MA.
Dalam undang-undang (UU) kalau pendidikan diselengarakan oleh organisasi pengacara.
Diketahui, Menristekdikti Nadiem Makarim menyerahkan penyelenggaraan pendidikan advokat ke kampus-kampus Fakultas Hukum minimal akreditasi B.
Dalam Permen menyebutkan Pasal 3 ayat 1 berbunyi:
Program Profesi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diselenggarakan paling kurang selama 2 semester setelah menyelesaikan Program Sarjana dengan beban menyelesaikan belajar paling kurang 24 (dua puluh empat) Satuan Kredit Semester (SKS).
Masa studi program profesi advokat maksimal 3 tahun. Program Profesi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan sebagai program lanjutan yang terpisah atau tidak terpisah dari Program Sarjana.
Adapun syarat kelulusan pendidikan advokat, bila:
1. Telah menempuh seluruh beban belajar yang ditetapkan.
2. Memiliki capaian pembelajaran lulusan yang ditargetkan oleh Program Profesi Advokat.
3. IPK minimal atau sama dengan 3,00.
Bagi yang lulus, berhak mendapat gelar advokat.
Kampus yang melaksanakan pendidikan advokat, wajib menggandeng organisasi advokat. Selama ini, penyelenggaran pendidikan advokat dilakukan oleh organisasi advokat. Hal itu sesuai dengan UU Advokat.
“Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat,” demikian bunyi Pasal 2 ayat 1 UU Advokat. (Babenews/Jacob Ereste)