SBSINews – Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menjadi primadona baru investasi di Indonesia dari investor baru dari luar maupun relokasi dari provinsi lain.

Upah yang masih murah menjadi daya tarik investor menanamkan modal di Jateng terutama di sektor padat karya. UMP di Jateng pada 2020 saja masih Rp 1,7 juta, kurang dari separuh dari UMK-UMK di Banten dan Jabar.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dalam akun media sosialnya, sempat memamerkan kegiatan pemda se-Jateng bertemu dengan calon investor dari China, Jepang, Korea dan lainnya dalam forum Central Java Investment Business Forum (CJIBF).

“Menghasilkan rencana nilai investasi hingga Rp 49,9 triliun dan US$430 juta,” kata Ganjar dikutip Senin (11/11).

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri mengatakan sampai Juni 2019, sudah ada 25 pabrik alas kaki termasuk dari Tangerang, Banten hijrah ke Jateng. Alasannya utamanya upah minimum yang masih rendah di Jateng, sedangkan upah di Banten khususnya Tangerang makin tinggi termasuk upah minimum sektoral alas kaki.

Saat ini, akan ada tambahan baru lagi yang relokasi, menurutnya ada dua kemungkinan, ada investor Taiwan masuk Jateng, yang saat ini existing investor Taiwan dari Banten relokasi ke Jateng. Kemungkinan kedua, adalah investor dari Taiwan yang sama sekali belum pernah investasi di Indonesia sekarang mau investasi ke Jateng.

Firman mengatakan konsekuensi dari relokasi pabrik dari Tangerang ke Banten adalah soal tenaga kerja. “Kalau relokasi itu tidak mungkin karyawannya ikut diboyong,” katanya.

Ia mengilustrasikan satu pabrik alas kaki saja bisa mempekerjakan puluhan tenaga kerja. Bahkan ada pabrik alas kaki yang mencapai 50 ribu tenaga kerja.

Upah di Banten memang terbilang tinggi, UMK di Tangerang saja pada 2019 mencapai Rp 3,8 juta. Sedang upah minimum sektoral bisa mencapai Rp 4 juta untuk sektor alas kaki misalnya, sektor lain ada yang sampai Rp 4,4 juta.

Berdasarkan BPS pada Agustus 2019, tingkat pengangguran terbanyak berada di provinsi Banten sebesar 8,11% dan kedua adalah Jawa Barat 7,99%.

Pemprov Banten sejak tahun lalu, seperti dikutip dari detik.com, menyadari soal persoalan ini. Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi (DisnakerTrans) Banten Alhamidi pernah mengatakan tingginya upah minimum di Banten jadi salah satu faktor industri padat karya relokasi ke wilayah lain. Ini juga berpengaruh pada tingkat pengangguran di Banten.

“Salah satunya itu (tingginya UMK). Setinggi apapun upah tidak masalah kalau diimbangi produktivitas tinggi. Perusahaan tidak mau membayar upah melebihi produktivitas,” kata Alhamdi di Serang, Banten, (16/11/2018). (CNBC Indonesia/ Jacob Ereste)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here