SBSINews – Upah minimum provinsi (UMP) kerap kali berbanding terbalik dengan upah minimum kota/kabupaten (UMK). UMP biasanya jauh di bawah UMK di masing-masing daerah terutama di provinsi Banten dan Jawa Barat.
Hal ini membuat pemerintah membuka kemungkinan mengubah aturan mengenai pengupahan. Tujuannya agar lebih ringkas, tak banyak jenis upah, karena selama ini selain UMP, UMK, ada juga UMKS atau upah minimum kota/kabupaten sektoral, tergantung jenis industri.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziah, mengatakan, bisa jadi nantinya hanya akan ada satu sistem pengupahan di daerah. Artinya, di masing-masing provinsi hanya ada satu acuan upah minimum.
“Iya ada kemungkinan me-review, misalnya UMP itu hanya satu, jadi tidak melihat UMK, provinsi maupun kabupaten/kota [sama],” ungkapnya ketika ditemui di komplek Istana Kepresidenan, Selasa (12/11/2019).
Dia menjelaskan bahwa selama ini perbedaan UMP dan UMK, termasuk upah sektoral, sudah direalisasikan berdasarkan regulasi.
“Sementara kita kan pakai peraturan pemerintah ya, nomor 78 tahun 2015 itu (tentang pengupahan). Kita masih mengacu itu,” bebernya.
Sebagai contoh di Banten, UMP 2019, Banten hanya Rp 2,2 juta, tapi justru yang lebih tinggi adalah upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2019.
Kota Cilegon dan hingga Kabupaten/Kota Tangerang termasuk yang tertinggi di Indonesia. Nilainya memang masih sedikit di bawah Kota Bekasi dan Kabupaten Karawang sebagai UMK tertinggi di Indonesia yang mencapai Rp 4,2 juta pada 2019.
UMK Kota Cilegon sebesar Rp 3,91 juta, UMK Kota Tangerang sebesar Rp 3,86 juta, UMK Kabupaten Tangerang Rp 3,84 juta, Kabupaten Serang Rp 3,82 juta. Upah ini belum menghitung upah sektoral, yang angkanya lebih tinggi lagi.
Misalnya UMK di Tangerang pada 2019 mencapai Rp 3,8 juta, sedangkan upah minimum sektoral bisa mencapai Rp 4 juta untuk sektor industri alas kaki, sektor industri lain ada yang sampai Rp 4,4 juta. (CNBC Indonesia/Jacob Ereste)