SBSINews – Hingga Saat ini kesejahteraan guru honor hampir di seluruh indonesia masih dalam katagari memprihatinkan, tidak hanya berlaku bagi tenaga pendidik guru honorer di sekolah umam, namun, berlaku juga bagi guru yang mengajar di sekolah liar biasa(SLB)
Sejak kebijakan sekolah SLB diambil alih oleh pihak provinisi, sampai saat ini kesejahteraan guru honorer yang mengajar di SLB tidak ada kejelasan.
Seperti dikatakan salah satu guru SLB yang mengajar sejak beberapa tahun terakhir, Apriadi menyebutkan hingga kini persoalan gaji atau honor yang diterima setiap bulanya masih jauh dari apa yang mereka harapkan.
“Saat ini kami guru honorer yang mengajar di SLB kota Sekayu Kabupaten Muba setiap bulanya hanya menerima honor kisaran Rp 200.000 perbulanya yang diambil sebagian dana PSG “kata Apriadi,selasa (2/7).
Dikatanya, sejak kewenangan SLB diambil alih pihak provinsi sejak tahun 2014,gaji atau honor yang diterima oleh guru honorer di SLB semakin tidak ada kejelasan.Pada tahun 2014 guru honorer di SLB sekayu masih menerima sekitar Rp 1.000.000 perbulan. Itupun diambilnya tiga atau enam bulan sekali.
“Tahun 2015 gaji honor di SLB hanya menerima Rp 200.000 perbulan itupun dipotong pajak.Namun Sejak 2016 hingga sekarang gaji honor yang diterima 0 rupiah,entah apa yang menjadi persolan mereka tidak begitu mengetahuinya”keluhnya.
Apriadi menyebut, saat ini ada sekitar 10 orang tenaga pendidik atau guru honorer yang mengajar di sekolah SLB sekayu.Untuk SK honor yang mereka pegang saat ini semua SK ditandangani oleh kepala dinas Pendidikan Provinsi (Kadisdik Provinsi).
“Saat ini guru yang mengajar di SLB Sekayu keseluhuran ada 15 orang 10 diantaranya guru yang berstatus honor”terangnya.
Lanjutnya, dari 15 orang guru tersebut, saat ini mengajar anak didik siswa SLB untuk jenjang mulai dari SD hingga SMA.Menurutnya dengan jumlah tenaga pendidik yang hanya 15 orang sebenyarnya tidakla relevan jika melihat jumlah anak didik siswa SLB yang ada.
“Dari itu, secara pribadi saya sebagai guru honor yang mengajar di SLB meminta solusi atau pandangan dari pemerintah kabupaten. Sebab hingga saat ini dari pihak provinsi pun belum pernah ada gebrkan atau kejelakarena dr provinsi sampai saat ini belum ada kejelasan dari pihak provinsi terkait persoalan honor ini, “harapnya.
Jika melihat tingkat kesulitan dalam mengajar anak-anak SLB ini, Apriadi mengatakan untuk menjelaskan bagaimana sulitnya mengajar anak-anak di SLB ini dirinya mengaku sulit untuk menjelaskanya.
“Sulit mas kalu mau dijelaskan, tapi jika ingin mengatahui secara detail bagaimana sulitnya mengajar anak SLB lebih baik observasi saja secara langsung ke SLB.”bebernya.
Sebagai gambaran saja, lanjut apriadi tingkat kesuliatan dalam mengajar anak-anak SLB ini yang pasti tenaga penididik atau guru harus memiliki besik ilmu pendidikan luar biasa (PLB).Sebab dalam mengajar anak -anak SLB ini butuh kesabaran tingkat tinggi.
“kebutuhan anak-anak di SLB ini kan berbeda-beda seperti tuna netra guru harus menguasai huruf brile tulisan huruf timbul, mengajar anak tunagrahita anak yang keterbelakang mental dimana anak tersebut memiliki IQ dibawah normal ini harus ada ilmunya. Sebab anak tunagrahita ini juga memeliki bermacam macam sikap seeprti ada yang HD yang sering ngamuk kadang menghentakan kepala mereka.Itulah sedikit gambaran betapa sulitnya mengajar anak di SLB ini,”tukasnya. (Sumber: sumselNews)