Nasib kaum buruh yang terus menerus menjadi objek eksploitasi oleh pemilik modal kian menjadi, diperparah dengan situasi pandemi Covid-19 yang dalam waktu singkat telah menjadikan ribuan buruh kehilangan mata pencaharian.

Menyikapi hal tersebut, empat pilar organisasi buruh yakni Korwil Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI Sumsel), DPW Kesatuan Buruh Marhaenis (KBM Sumsel), DPW Sarikat Buruh Muslim Indonesia (SARBUMUSI Sumsel), Federasi Buruh Indonesia (DPW FBI Sumsel), membentuk Front Perjuangan Buruh Sumatera Selatan (FPB Sumsel) sebagai wadah dalam memperjuangkan hak-hak buruh di Sumsel.

Dengan dasar hukum pasal 31 tentang ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 yang berbunyi, “Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.”

Dalam deklarasinya, FPB Sumsel mengeluarkan manifesto berupa “Persatuan kaum buruh adalah syarat mutlak perjuangan,” yang di selenggarakan di Bongen cafe, Minggu (22/08/21).

Di katakan Sekwil KBM Sumsel Dedy Irawan, FPB kedepannya akan dibentuk kepengurusannya di tingkatan kabupaten kota se Sumsel. Oleh sebab itu, FPB Sumsel membuka ruang bagi seluruh masyarakat yang ingin bergabung.

“FPB Sumsel ini tentu akan dibentuk di seluruh kabupaten kota di Sumsel, artinya kita membuka ruang seluas-luasnya. Yang terpenting memiliki visi dan misi satu, memperjuangkan hak-hak buruh di Sumsel.” Kata bung Dedy.

Disambung Abul Hasan Al Asy’ari DPW-K Sarbumusi sumsel, FPB Sumsel merupakan organisasi buruh pertama yang membentuk front.

Menurutnya dengan terbentuknya FPB Sumsel, akan menjadi rujukan baik di tingkat provinsi maupun nasional dalam menyatukan suara organisasi buruh dalam memperjuangkan hak-hak buruh.

“Dengan terbentuknya FPB di Sumsel akan mempermudah memperjuangkan hak-hak buruh, karena permasalahan buruh di Sumsel belum pernah tertuntaskan, insyallah akan kami perjuangkan.” Ujar Bung Ari.

Ditambahkan Bung Ari, bahwa kesejahteraan adalah hak dasar seorang pekerja atau buruh yang wajib ditanggung oleh pemilik modal, bahkan sebagai seorang muslim, dalam agama Islam menaruh perhatian lebih terhadap pekerja.
Seperti pada hadits Ibnu Majah yang berisi bahwa upah harus ditunaikan sesegera mungkin selepas pekerjaan tersebut selesai.

“A’tul Ajira ajrahu qobla ay yajiffa aara qahu. Yang artinya berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering (HR. Ibnu Majah, shahih). Begitu perhatiannya Islam terhadap kaum buruh dan pekerja, lewat risalah Tauhidnya, justru agama Rahmatan Lil ‘Alamiin ini memberikan perlindungan kepada mereka, maka sudah seharusnya kita juga memperjuangkan hak-hak buruh”. Sambung Bung Ari.

Aturan penerapan PPKM yang dikeluarkan pemerintah berdampak luas terhadap berbagai sektor, ekonomi sudah tentu. Penurunan omset yang dirasa sektor usaha berimbas terhadap para pekerja. Kebijakan merumahkan pekerja untuk memangkas jumlah pengeluaran menjadi pukulan keras bagi kaum buruh.

Ketua Korwil SBSI Sumsel, Umar R menyampaikan, perlu adanya pengawasan dan pendampingan terhadap para pekerja yang terpaksa dirumahkan.

“Agar pemutusan kerja ini dapat di akomodir, kami akan mendorong pemerintah untuk mengakomodasi dan memberikan sosialisasi kepada buruh terkait perkara perkara yang terjadi.”

Menyambung apa yang disampaikan Bung Umar, Ketua DPW FBI Sumsel Andreas menimpali, bahwa FPB Sumsel akan mengadvokasi para buruh hingga permasalahan di kalangan buruh dapat terselesaikan.

“Dengan terbentuknya FPB ini akan mengadvokasi para kawan-kawan buruh yang mungkin hingga saat ini tidak tersentuh oleh organ buruh, dan kami berpikir menjadi tugas kami bersama memberikan advokasi dan sosialisasi hingga permasalahan buruh tertuntaskan.” Ujar Bung Umar.

SUMBER : SWARA.ID

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here