Turunan virus corona varian Delta (B.1.617.2) dengan nomor kode AY.1, atau yang juga dikenal di dunia sebagai Delta Plus, telah ditemukan di Indonesia. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof. Amin Soebandrio, kepada kumparanSAINS.
Prof. Amin menjelaskan bahwa pihaknya telah menemukan tiga kasus virus corona varian Delta Plus di Indonesia. Meski demikian, dia tidak mengelaborasi lebih lanjut tanggal penemuan varian tersebut.
“Kalau yang dimaksud AY.1, ada tiga,” kata Prof. Amin kepada kumparanSAINS, Selasa (27/7). “Baru di Mamuju dan Jambi.”
Prof. Amin mengatakan bahwa secara resmi istilah Delta Plus “belum ada.” Meski demikian, varian AY.1 merujuk varian yang populer disebut sebagai Delta Plus.
Istilah Delta Plus sendiri muncul dari Kementerian Kesehatan India. Varian Delta Plus pertama kali terdeteksi di Eropa pada Maret lalu, sebelum merebak di India dan diumumkan di sana pada akhir Juni 2021.
Berdasarkan pantauan kumparanSAINS, informasi munculnya virus corona varian Delta Plus di Indonesia pertama kali disampaikan peneliti bernama Sahal Sabilil Muttaqin di Twitter.
Dalam sebuah kicauan pada Senin (26/7), Sahal mengatakan bahwa temuan varian Delta Plus di Indonesia sudah dilaporkan ke GISAID pada akhir pekan lalu.
Meski demikian, Sahal menolak untuk diwawancarai oleh kumparanSAINS.
“Mungkin langsung ke lembaga submitter-nya saja akan lebih enak kak, yaitu lembaga biologi Eijkman. Saya hanya membantu masyarakat untuk update perkembangan sekuens yang masuk GISAID,” kata Sahal kepada kumparanSAINS, Selasa (27/7).
kumparanSAINS kemudian bertanya kepastian kabar tersebut ke Prof. Amin dan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan, Nadia Tarmizi.
Hingga saat ini, Nadia belum memberikan tanggapan. Namun, Prof. Amin membenarkan kabar tersebut.
Virus corona varian Delta plus sendiri kini tengah jadi sorotan para peneliti dunia. Sebab, varian ini dikhawatirkan lebih menular dari varian Delta biasa.
“Varian baru, yang dikenal sebagai ‘Delta Plus’, AY.1 atau B.1.617.2.1, memiliki mutasi ekstra pada protein lonjakan virus SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19,” kata Professor of Molecular Immunology and Virology di Banaras Hindu University, Sunit K. Singh, dalam tulisannya di The Conversation.
“Beberapa ilmuwan di India khawatir mutasi itu dapat memicu gelombang infeksi lain di negara itu.”
Hingga saat ini, para ilmuwan belum dapat memastikan dampak mutasi virus corona varian Delta Plus bagi efektivitas vaksin.
SUMBER : KUMPARAN.COM