Kalau upaya preventif berhasil maka kuratif covid 19 akan menurun sehingga biaya kuratif covid yang mahal bisa diturunkan secara signifikan. Ini kan artinya bisa menghemat APBN.
Preventif yg berhasil harus didukung anggaran yg baik. Oleh karenanya anggaran vaksinasi harus ditambah sehingga semakin banyak orang yg ikut vaksinasi terutama orang yg kurang mampu.
Menurut saya seharusnya pemerintah bisa menambah porsi vaksin program yg tahun ini dianggarkan Rp. 35 T dan tahun depan Rp. 60 T sehingga semakin banyak orang miskin yg bisa divaksinasi. Saat ini kan hanya 30 persen dari 107 juta utk vaksin program (yaitu dibiayai APBN) sementara jumlah PBI mencapai 96.6 juta orang.
Dari total tsb dgn ketentuan yg bisa divaksin usia 18 – 59 tahun dan tdk punya penyakit kormobit maka orang miskin yg akan divaksin sekitar 40 juta-an. Kalau 30 persen dari 107 juta berarti hanya 32 juta, itu pun sdh dikurangi utk tenaga medis dan pelayan publik.
Selain menambah anggaran dan mengubah proporsi 30 : 70 menjadi 50 : 50, harga vaksin mandiri pun harus tegas dan jelas. Harus diatur di Permenkes sehingga vaksin tdk jadi barang komersial yg harganya ditentukan sesuai mekanisme pasar yang mengacu pada supply – demand. Regulasi tsb utk memastikan harga covid terjangkau oleh masyarakat dan tidak menjadi komoditi komersial. Pemerintah harus terbuka untuk menentukan harga vaksin. Vaksin yg diimpor dari China kan dibebaskan dari pajak sehingga tidak dimasukkan sebagai komponen biaya. Demikian juga proses pengangkutan dgn maskapai Garuda bisa ditanggung Pemerintah sehingga tidak dihitung sebagai biaya.
Pemerintah harus membuat desk pengaduan vaksin terkait harga dan pelayanan dari faskes. Pengawasan harus kuat. Dan juga harus dilakukan sosialisasi massif sehingga masyarakat tahu ttg vaksin itu.
Pinang Ranti, 16 Desember 2020
Tabik
Timboel Siregar