SBSINews – Beberapa hari ini saya dan kita semua sangat dikagetkan dengan tindakan Presiden Jokowi yang menggunakan kewenangannya untuk memberikan pengampunan (grasi) kepada mantan Gubernur Riau Annas Maamun yang sudah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus suap alih fungsi kawasan hutan senilai Rp 5 miliar di Riau. Annas terkena OTT KPK saat itu.

Saya jelas kecewa sekaligus marah dengan keputusan Jokowi yang seperti ini. Sebab korupsi yang terjadi di sektor kehutanan dampaknya sangat besar tak hanya dampak kehilangan uang semata dan kerusakan pada hutan itu sendiri. Akibat korupsi di sektor kehutanan otomatis akan merusak lingkungan, sehingga kepentingan publik yang mutlak butuh lingkungan sehat jadi terganggu. Akibat buruknya jadi ke mana-mana.

Kerusakan lingkungan yang berdampak pada tidak sehatnya warga inilah yang tak bisa diukur dengan apapun termasuk dengan uang itu sendiri. Taruhannya adalah nyawa dan kelangsungan hidup di wilayah tersebut dan sekitarnya. Sebab dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Kuat untuk belajar, bekerja dan segudang aktivitas bermanfaat lainnya. Inilah yang sedang dirusak Annas Maamun lewat tindakan korupsi yang dilakukannya. Bajingan memang!!!

Lalu kenapa Presiden Jokowi justru berbelas kasihan dengan memberikan grasi berupa potongan satu tahun masa hukuman pada bajingan koruptor sekaligus perusak bumi Indonesia ini??? Kita jelas marah dan tak terima dengan keputusan Jokowi yang seperti ini.

Tapi setelah saya pelajari kasusnya dengan seksama tak hanya membaca judul saja, saya jadi berubah pikiran lho. Pada akhirnya saya bisa mengerti dan justru angkat topi dengan keputusan yang sudah Jokowi ambil ini. Begini penjelasannya.

Pertama. Dari segi waktu masa tahanan Annas Maamun itu sendiri.

Mari kita simak dengan seksama jalan ceritanya. Tahun 2015, Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Bandung menjatuhkan vonis enam tahun penjara kepada Annas yang sudah terbukti bersalah dalam kasus suap ini.

Tahun 2018, Annas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, kasasinya ditolak, dan MA justru memperberat hukuman Annas menjadi tujuh tahun penjara.

Clear ya sampai di sini. Annas yang semula mendapat hukuman 6 tahun, lalu diperberat menjadi 7 tahun oleh MA. Kemudian sekarang diberi grasi 1 tahun oleh Jokowi. Maka hukuman Annas ya balik lagi ke hukuman semula seperti yang sudah ditetapkan oleh Majelis Hakim Tipikor Bandung.

Jadi, seandainya Annas saat itu tidak mengajukan kasasi, hukuman Annas ya yang 6 tahun itu.

Jadi, bisa disimpulkan jika Jokowi hanya mengembalikan masa hukuman Annas ke masa hukuman semula. Ini point yang bisa dilihat dengan jeli oleh Jokowi..

Oke! Fine. Saya bisa menerima keputusanmu ini Pak Jokowi.

Kedua. Mengurus orang tua yang sakit-sakitan itu berat. Jangan negara, biar keluarganya saja yang urus.

Menerangkan di bagian ini saya jadi teringat pada kata-kata manis sederhana yang diucapkan Dilan kepada Milea dalam film Dilan 1990.

“Jangan rindu, Berat. Kamu nggak akan kuat, biar aku saja”.

Kalimat inilah yang menginspirasi saya untuk mempermudah penjelasan kenapa keputusan Jokowi memberikan grasi pada Annas ini saya dukung sepenuhnya sekaligus menganggapnya sebagai keputusan yang sangat cerdas. Alasan saya sederhana saja. Kok enak negara yang urus, sementara keluarganya cuma duduk manis tau bersih dong.

Untuk kita ketahui bersama, Annas Maamun yang lahir pada tanggal 17 April 1940 ini sudah berusia 79 tahun, jalan ke 80 tahun. Usia yang sudah tua memang. Dan faktanya, selain tua Annas juga sakit-sakitan. Dokter menyatakan Annas menderita penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) akut, dispepsia syndrome (depresi), gastritis (lambung), hernia, dan sesak napas.

Dan tahukah kamu??? PPOK adalah penyakit yang tak ada obatnya. Kerusakan paru-paru akibat PPOK tidak dapat dipulihkan. Itulah yang sedang terjadi dalam kehidupan Annas saat ini.

Saya tidak sedang membela Annas. Jujur saya kesel dengan bajingan yang satu ini. Tapi, saat melihat kenyataan bahwa Annas memang sudah uzur dan sakit-sakitan seperti alasan yang sudah dikemukakan Jokowi, mau tak mau saya jadi teringat pada ayah saya yang juga sudah tua saat ini. 83 tahun umurnya.

Beberapa tahun terakhir ini kaki ayahku sudah tak kuat menopang berat badannya sendiri. Sehingga dalam berbagai kesempatan beliau sering jatuh terjerembab di lantai. Saya menangis tiap menyaksikan dahi dan lutut ayahku biru terbentur lantai. Diminta pakai tongkatpun beliau tak mau. Serba salah jadinya.

Satu kali saking parah cara jatuhnya, mata kanan ayah saya hitam legam seperti habis ditonjok orang gara-gara adu kuat dengan lantai tempat beliau jatuh tak mampu berdiri tegak di atas kakinya sendiri. Seandainya bisa, saya ikhlas menukar kakiku dengan kaki ayah saya supaya beliau tak sering jatuh lagi.

Kemarin, saat VC dengan orang tua saya, tiap melakukan gerakan sekalipun itu bukan gerakan sulit, ayah saya mengaduh-aduh. Ibu saya menjelaskan pada saya jika penyakit hernia Papa kumat. Seandainya bisa, saya rela menukar apa saja yang saya miliki untuk kesehatan ayahku.

Dari sini bisa kita simpulkan jika mengurus orang tua apalagi yang sakit-sakitan bukanlah hal yang mudah. Butuh kesabaran, biaya, tenaga dan pikiran ekstra. Adik saya yang merawat kedua orang tua kami juga pasti mengalami kerepotan.

Saya tahu saat adikku dengan sabar membersihkan air kencing ayahku yang tercecer di lantai gara-gara Papa sudah tak mampu bergegas ke kamar mandi. Mamaku juga dengan sabar membujuk dan melayani Papa yang rewel pilih-pilih saat makan.

Secara jujur tanpa bermaksud kurang ajar, keadaan ini memang merepotkan. Mengurus orang tua bagaikan punya bayi besar. Tapi inilah kewajiban kitasebagai anak pada orang tua yang sudah melahirkan, membesarkan dan merawat kita selama ini. Alangkah durhakanya kita jika tak ikhlas bahkan tak mau merawat orang tua kita sendiri.

Setulus cinta orang tua yang sudah membesarkan kita, setulus itu jugalah kita harus merawat orang tua kita dengan penuh cinta serepot apapun itu.

Sekarang mari kita fokus pada kata repot. Negara juga pasti kerepotan mengurus narapidana tua dan sakit-sakitan seperti Annas. Makanya saya jadi senyum-senyum sendiri dengan keputusan Jokowi memberikan grasi pada Annas.

Dengan adanya grasi ini, Annas yang kini ditahan di Lapas Sukamiskin Bandung diperkirakani akan bebas pada Oktober 2020 nanti. Itu artinya Annas akan diurus anak-anaknya atau keluarganya sendiri. Hal ini jelas membawa kelegaan yang selega-leganya pada negara. Toh Annas juga sudah tak bisa korupsi lagi. Pertimbangan dan perlakuan ini jelas berbeda dengan napi teroris lho ya. Jangan disamaratakan. Kasus per kasus tentunya.

Taruhlah uang hasil korupsi Annas masih dia simpan sampai sekarang, uang haram itu akhirnya juga akan habis dengan sendirinya untuk biaya pengobatannya yang jelas tidak sedikit. Plus penderitaan dan kerepotan-kerepotan lainnya yang pasti akan dialami Annas pribadi, anak-anak dan keluarga Annas itu sendiri. Belum lagi karma yang akan terus mengikuti kemanapun Annas pergi. Sebab apa yang kita tabor, itu juga yang akan kita tuai.

Jadi intinya, kok enak negara yang harus repot ngurusin Annas yang sudah tua dan sakit-sakitan. Toh masa hukuman Annas juga cuma dikembalikan pada hukuman awal. Begitulah kurang lebih bahasa gaulnya dalam kasus Annas Maamun ini.

Akhirnya saya bisa mengambil kesimpulan. Presiden Jokowi memang cerdas dengan keputusannya memberi grasi pada Annas Maamun dengan cara yang seperti ini. Sebab dalam tindakan Jokowi kali ini kita bisa mengerti satu hal sekalipun Jokowi tak mengatakannya. (Rmol.com/SM)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here