SBSINews – Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) telah menolak rencana referendum Papua, dan memutuskan Papua merupakan bagian dari Indonesia yang tidak bisa diganggu gugat.
Keputusan tersebut disampaikan Duta Besar/Wakil Tetap Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Dian Triansyah Djani di Jenewa, Hasan Kleib.
Keputusan tersebut dihasilkan saat gelaran debat publik negara calon anggota Dewan HAM di Jenewa belum lama ini.
Dalam gelaran tersebut, Indonesia mendapat sejumlah pertanyaan terkait referendum Papua dari berbagai pihak.
Berikut Hasil Pertemuan Wakil Tetap RI di PBB dengan Sekjen PBB yang dilansir dari Okezone.
1. Pada 10 September 2019, di New York, Wakil Tetap RI untuk PBB di New York, Dian Triansyah Djani bertemu dengan Sekjen PBB, António Guterres untuk membahas perkembangan situasi terakhir di Papua, dan status kedaulatan Papua dari sudut pandang PBB.
2. Hasil pertemuan, sebagai berikut:
a. PBB mendukung Kedaulatan dan Integritas wilayah Indonesia dan Isu Kedaulatan bukan suatu pertanyaan bagi PBB.
Status Final Papua di dalam Indonesia berdasarkan uti possideti iuris, NY Agreement 1962, Act of Free Choice 1969, dan resolusi GA PBB 2504 (XXIV) 1969.
b. PBB melihat outcome dari pembangunan Pemerintah pada era Presiden Jokowi di wilayah Papua dan Papua Barat. Namun, perlu diperkuat dengan hal-hal simbolis.
c. PBB memahami adanya kelompok separatis yang terus-menerus membuat berita hoax dan demo anarkis dan tindak kekerasan. Pihaknya mengingatkan agar aparat kepolisian tetap menahan diri agar tidak menimbulkan dampak yang buruk dan menyulitkan pemerintah.
d. Terkait Vanuatu pihaknya menyadari bahwa sering mengangkat isu Papua dalam beberapa agenda internasional.
3. Melihat kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa PBB tetap mendukung Kedaulatan Indonesia atas Papua sehingga menutup peluang referendum bagi para tokoh dan simpatisan KSP.
Namun, statemen isu kedaulatan bukan suatu pertanyaan juga menegaskan bahwa PBB akan tetap memperhatikan Papua dalam permasalahan lainnya seperti kesejahteraan, kemiskinan, HAM, kesehatan, pendidikan, dsb. (Sumber: Warta Ekonomi/Hillary)