SBSINEews – Seperti sebagian teman-teman barangkali sudah tahu, terhitung tanggal 25 Oktober 2019 kemarin, saya ditunjuk oleh Presiden Jokowi menjadi Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional. Saya ditugaskan mendampingi pak Menteri Sofyan Djalil – beliau ini adalah salah satu menteri favorit saya di Kabinet Maju ini.Pak Jokowi memberi tugas khusus pada saya untuk mencari solusi terbaik dari konflik agraria yang masih kerap terjadi di berbagai tempat di negeri ini.
Sebuah tugas besar, yang untungnya memang bidang yang saya dalami selama ini.Kemarin selepas pelantikan, pak Menteri langsung mengajak saya ke kantor, berkenalan dengan jajaran pimpinan dan staf di kementerian, dan hingga malamnya saya lanjut mendapatkan briefing dan orientasi dari tim sekretariat jenderal, tentang tugas-tugas, tentang masalah-masalah yang ada, serta upaya-upaya yang sudah dilakukan kementerian untuk mengatasinya.Pak Menteri dan tim tampaknya sudah sangat baik bekerja, dan dalam tempo relatif singkat, tiga tahun sejak menjabat, sepertinya sudah mulai terbentuk sistemnya, dan mulai menunjukkan hasilnya.
Tentu belum sempurna, dan saya akan membantu memastikan keberlanjutannya, dan barangkali juga pengembangannya lebih jauh.Pak Menteri meminta secara khusus saya membantu dan terlibat di dalam proses digitalisasi pelayanan, serta pembangunan manajemen pengetahuan (“knowledge management”) melalui pembangunan sistem “big data” yang sedang dalam proses. Yang tentu dengan senang hati saya terima.Teman-teman lama dari berbagai kampus (Atma Jaya, UI, UGM, Universitas Leiden, dll) dan lembaga swadaya masyarakat yang mendalami masalah agraria dan pertanahan, juga sudah kontak menyampaikan dukungan dan harapannya, untuk memberi masukan guna pengembangan sistem agraria dan tata ruang plus pertanahan kita yang lebih baik.
Saya akan berupaya mendengar dan memahami semuanya, dan sedikit-sedikit mulai sama-sama mencari solusinya yang terbaik. Ini kerja panjang yang niscaya akan butuh waktu.Rasanya saya memulai hari pertama bekerja kemarin dengan cukup baik, meski dalam hati juga diingatkan bahwa dalam kebijakan publik, selalu akan ada pihak (masyarakat) yang dirugikan. Kebijakan publik memang tidak akan bisa menyenangkan semua orang, meski ia seharusnya membantu sebagian besar masyarakat menikmati manfaatnya.Bagi masyarakat terdampak dan dirugikan yang dibutuhkan adalah mitigasinya. Di sini pengalaman dan kepedulian saya yang memang lahir dari pekerjaan bertahun-tahun di dunia advokasi masyarakat, rasanya akan berguna.Saya ingin mengucapkan terima kasih untuk segala bentuk apresiasi dan ucapan selamat dari ibu bapak, mbak mas, dan kawan-kawan semua.
Tidak bisa saya sampaikan satu per satu, tetapi saya mencatat semua itu sebagai doa sekaligus amanah yang harus saya emban.Saya juga menyampaikan terima kasih dan salut saya kepada PSI – Partai Solidaritas Indonesia, yang mengutus saya untuk tugas baru ini.Tanpa PSI, belum tentu saya akan masuk politik praktis, dan di tengah kesibukan mengajar di Universitas Atma Jaya – Jakarta, mau-maunya juga bekerja dan belajar di dapil di Malang Raya, siang dan malam, selama lebih dari setahun berjibaku bersama kawan-kawan meyakinkan warga, akan harapan bernama Solidaritas ini;Tanpa PSI, perjalanan saya akan terasa sepi di tengah keramaian, karena tidak punya kawan yang saya tahu sama-sama sedang berjuang untuk sebuah cita-cita besar, untuk toleransi dan keberagaman serta kesejahteraan rakyat di negeri ini;Tanpa PSI, belum tentu orang seperti saya, orang dengan disabilitas dan latar belakang keluarga biasa saja, yang harus berjuang sekadar untuk bisa sekolah, meski cukup beruntung bisa mendapat beasiswa hingga ke luar negeri, akhirnya bisa punya kesempatan mengabdi pada negeri ini sejauh ini.
Di dalam politik, niat baik adalah satu hal dan kemampuan mewujudkannya di dalam kenyataan adalah hal lain lagi. Butuh ketekunan dan keteguhan yang harus dikombinasikan dengan kematangan emosional maupun intelektual. Tapi yang kadang terlupa, adalah juga sebuah organisasi politik yang baik dan sehat, yang mau menjunjung meritokrasi bukan melulu kedekatan pribadi,inilah yang saya temukan di PSI, yang saat ini untuk sementara mengirim saya untuk tugas lebih besar.
Untuk tugas baru ini, saya pribadi beruntung sudah ditempa selama bertahun-tahun bekerja di bidang advokasi masyarakat, dan terutama di lapangan dapil kemarin. Mendapat pelajaran langsung dari nara sumbernya yang terbaik: rakyat kebanyakan, dengan aneka masalahnya sehari-hari.Barangkali saya adalah bukti, selama ada niat baik dan ketulusan, semua yang lain pasti bisa dipelajari. Semua orang bisa maju menjadi yang terbaik. Dan sekarang, saatnya kita akan sama-sama berupaya mewujudkannya.Matur nuwun sanget, terima kasih banyak. Mohon restu dan doanya untuk kita semua. Semoga Tuhan menolong kita melakukan yang terbaik.Jakarta, 26 Oktober 2019 Surya Tjandra “Seperti Bayi yang Baru Lahir” Ia yang harmoni dengan alam semesta adalah seperti bayi yang baru lahir, yang tulang-tulangnya masih lentur, yang otot-ototnya masih lunak, tetapi yang cengkeramannya sudah kuat. Ia tidak tahu bagaimana bayi-bayi itu dijadikan, tetapi keberadaannya adalah bukti dari prosesnya.
Ia bisa menangis sepanjang malam tanpa kehilangan suara.Kekuatannya adalah seperti bayi yang baru lahir. Ia biarkan segalanya datang dan pergi tanpa upaya, tanpa hasrat. Ia tidak mengharapkan; oleh karenanya, ia tidak kecewa. Karena ia tidak pernah kecewa, semangatnya tetap muda dan penuh pengharapan.#nasehatlama (SM)