SBSINews – Anggota Dewan Pertimbangan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zaenal Abidin membantah tudingan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto yang menyebut bahwa besarnya tunggakan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan disebabkan oleh ulah oknum dokter.

Dia menyebut bahwa persoalan iuran BPJS Kesehatan sudah salah sedari awal rendah. Sehingga, menyalahkan dokter bukanlah hal yang tepat.

Zaenal menyebut bersama timnya sudah melakukan kajian perihal besaran biaya jaminan kesehatan kala masih menjabat sebagai Ketua IDI beberapa tahun lalu. Saat itu, IDI mengusulkan biaya terendah untuk kelas 3 yakni Rp 28 ribu.

Sayangnya, iuran saat ini sangat jauh di bawahnya. “Pemerintah ambil angka yang sangat rendah untuk kelas 3, kami nggak setuju,” sebutnya kepada CNBC Indonesia jumat 29/11/2019.

Namun, kala pemerintah memutuskan kenaikan biaya, tentu ada penolakan dari masyarakat. “Nah itu jadi persoalan. Kita tetap dengan iuran sangat rendah. Ketika dinaikkan masyarakat protes. Jadi 2016 kenaikan dilakukan bertahap, tapi Komisi 9 (DPR) protes dan Perpres dicabut. selama 2 bulan itu agak normal (ketika dinaikkan), tapi ketika dicabut anjlok lagi, defisit bengkak lagi. Sumbangan defisit terjadi tiap bulan,” papar Zaenal

Zaenal meminta Menkes Terawan lebih fokus untuk mengkaji ulang terkait kebijakan yang sudah dibuat daripada menuding dokter sebagai salah satu pemicu defisit BPJS Kesehatan.

“Itu dulu yang perlu diketahui menteri kesehatan, dibanding langsung dia menuduh sejawatnya sendiri melakukan kesalahan. Itu dulu yang harus dipahami menteri karena menteri kan dokter juga, tahu tentang itu. Bahkan dia dokter spesialis. Dokter Radiologi. Tentu dia harus mengerti itu. Itu udah salah awalnya,” sebutnya tegas.

Ia menilai akan lebih berdampak untuk menyelesaikan persoalan yang lebih fundamental dibanding menyalahkan dokter di tingkat bawah.

“Dokter hanya mendapat dari Rumah Sakit. Karena BPJS nggak bayar langsung ke dokter. Bayar ke RS. Abis itu nanti RS ngasih jasa dokter. Jauh menurut saya. Jadi BPJS nggak bayar langsung ke dokter, bayar ke RS. Jadi kalo ada yang dicurigai, apa RS dulu karena RS yang bayar ke dokter. Nanti menuduh pihak farmasi juga di sana kan. Terlalu banyak yang harus kita tuduh. Perbaiki aja dulu,” katanya.

Sebelumnya, Terawan menyebut defisit BPJS Kesehatan terjadi karena pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien hingga jor-joran. Dalam artian, banyak dokter memberikan tindakan yang tidak perlu dan membuat biaya klaim rumah sakit membengkak.

Hal ini terlihat dari klaim operasi sectio caesarea atau sesar yang sangat tinggi, mencapai Rp 260 triliun. Belum lagi, biaya pengobatan penyakit jantung sebesar Rp 10,5 triliun pada tahun 2018.

“Artinya apa? Terjadi pemborosan yang luar biasa untuk yang tidak seharusnya dilakukan tindakan, (malah-red) melakukan tindakan,” katanya dikutip dari detikhealth. (CNBCIndonesia/SM)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here