Tulisan ringkas berbasis riset yang saya tujukan kepada Bapak Luhut Binsar Pandjaitan dan Bapak Bahlil Lahadalia ini, sekedar mengingatkan tentang ancaman kelompok radikalis NII di Jawa Barat dan kelompok OPM / ULMWP di Papua terhadap realisasi investasi asing. Agar negara siapkan strategi untuk menghadapi ancaman mereka.
Ketika saya riset lapangan untuk mengambil sejumlah data dan informasi tentang investasi penaman modal asing di Jawa Barat untuk bahan penulisan disertasi, ada jumlah fenomena dan dinamika sosial yang memberikan pencerahan baru bagi saya.
Penduduk Jawa Barat adalah penduduk terpadat di Indonesia. Kurang lebih populasinya 53 juta penduduk. Terbanyak se – Indonesia, dan masyarakatnya mayoritas sangat produktif. Karena salah satu triggernya adalah pemimpin daerahnya, baik gubernur dan bupati / walikota, berjiwa entrepreneur, penuh kreatifitas dan inovatif. Prinsip trickle down effect cukup berhasil di Jawa Barat. Slogan ” Jabar Juara ” memang sangat inspiratif dan sarat motivasi.
Saya membandingkan dengan kepemimpinan gubernur, bupati dan walikota di Papua, masih jauh atau belum apple to apple. Inspirasi kepemimpinan belum berkembang dan tumbuh dengan baik. Belum terlihat spirit kepemimpinan yang penuh kratifitas, inovasi dan inspiratif. Akibatnya mayoritas masyarakat Papua, bukanlah masyarakat produktif.
Masyarakat yang produktif salah satu indikatornya adalah memiliki modal dan aset ditangan, baik besar atau kecil volumenya, dan mampu berinovasi dan berkreatif dengan wealth tersebut.
Sebaliknya masyarakat yang tidak produktif adalah masyarakat yang memiliki aset dan modal, tetapi kekurangan ide dan inspirasi untuk menggerakan dan mengembangkan wealthnya tersebut. Kepala daerahnya tidak kratif dan inovatif dalam pengelolaan aset dan modal daerah. Kata kuncinya, kepala daerah tidak memimpin dengan keteladanan.
Disamping masyarakat yang terlihat produktif, terdapat juga sebagian kelompok masyarakat yang tidak produktif. Dalam riset lapangan di Jawa Barat, terdepat sejumlah besar kelompok masyarakat yang tidak produktif. Mereka menjadi tidak produktif atau lebih tepatnya diciptakan oleh kelompok tertentu untuk menjadi tidak produktif dalam mengelola aset dan modal mereka. Mereka percaya bahwa aset dan modal mereka bukan untuk meningkatkan pendapatan ekonomi mereka, tetapi untuk mendukung agenda politik dan ideologi mereka.
Kelompok ideologi ini, mereka sangat terganggu dan terancam kepentingan mereka dengan hadirnya negara di tengah – tengah masyarakat. Mereka memandang negara dan Presiden Jokowi adalah sumber utama masalah mereka. Mereka melihat para kapitalis atau investor yang berinvestasi di Jawa Barat, adalah pencuri atau perampok yang akan merusak dan menggagalkan agenda politik mereka. Pandangan kritis mereka dipengaruhi oleh ide – ide transnasionalis yang tumbuh dan berkembang di Timur Tengah.
Mereka paling masif, sistematis dan terstruktur melakukan brain washing kepada masyarakat Jawa Barat, untuk melawan negara dan kebijakan investasi Pemerintah. Jumlah mereka semakin hari – hari semakin bertambah banyak, dan berpotensi mengancam kedaulatan negara dan menurunkan produktifitas masyarakat Jawa Barat. Negara jangan lalai dan melakukan pembiaran terhadap aktivitas mereka. Negara harus dan wajib hadir di tengah – tengah masyarakat.
Mereka juga telah membangun narasi provokatif bahwa beberapa pusat – pusat pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat, yang melibatkan investor Tiongkok atau BUMN Tiongkok, suatu saat akan jatuh ke tangan Tiongkok sebagai pemiliknya karena wanprestasi. Mereka telah menunjukan kepada saya bukti – bukti investasi Tiongkok di beberapa negara dan kisah Perdana Menteri Malaysia Mahatir Muhammad membongkar sebagian besar infrastruktur yang dibangun investor Tiongkok. Mahatir juga menolak membayar hutang 4500 trilyun warisan hutang PM Najib Razak.
Mereka menganggap investor Tiongkok itu pencuri dan perampok. Mereka telah menargetkan sejumlah pejabat negara yang bekerjasama dengan Tiongkok sebagai sasaran serangan mereka. Ketika saya menunjukan bukti bahwa investor Tiongkok memiliki ” dua wajah, ” yakni wajah binatang panda dan wajah ular naga, dan filosofi dibalik simbol tersebut, sehingga dengan kelompok Taliban di Afghanistan pun, investor Tiongkok bersahabat dan berdagang dengannya, mereka tetap menolak. Mereka tetap menganggap investor Tiongkok di Jawa Barat adalah musuh asing yang harus diperangi.
Keberadaan kelompok radikal NII di Jawa Barat, adalah tantangan realisasi investasi Tiongkok yang perlu diwaspadai dan diselesaikan. Tantangan pembangunan kereta cepat Jakarta – Bandung, bukan soal melencengnya titik kordinat tiang pancangan atau membengkaknya biaya pembangunannya, sehingga ibu Sri Mulyani harus putar otak mencari pinjamam hutang ratusan trilyun untuk menutupi defisit APBN tahun 2022, tetapi keberadaan dan eksistensi NII yang akan mengagalkan program investasi ini.
Kelompok NII adalah ancaman serius realisasi investasi Tiongkok di Jawa Barat. Kelompok OPM dan para aktivis pendukungnya, adalah ancaman serius bagi kebijakan investasi Presiden Jokowi di Papua. Bagi nasionalis Papua, Investasi Pemerintah adalah ancaman, tetapi investasi asing BUMN Tiongkok adalah harapan dan masa depan Papua. Disinilah bedanya kelompok NII dan kelompok OPM.
Di Jawa Barat, kelompok NII menolak investasi Tiongkok. Di Papua, investasi Tiongkok disambut dengan karpet merah dan bunga mawar oleh kaum nasionalis Papua. Karena sikap kaum nasionalis atau OPM / ULMWP sangat dipengaruhi oleh pandangan umum komunitas Melanesia di Pasifik bahwa Tiongkok tidak perna rasis, menghina dan merendahkan orang Melanesia. Sebaliknya Australia, Amerika Serikat, dan sekutunya yang sering bersikap rasis dan merendahkan orang Melanesia.
Investasi asing Tiongkok bisa menguntungkan dan juga bisa merugikan. Karena investor Tiongkok memiliki dua wajah. Wajah panda dan ular naga merah. Tiongkok bisa bersahabat dan bekerja sama dengan ” tuhan ” dan juga bisa berkawan dan bekerja sama dengan ” hantu ” demi kepentingan ekonomi dan industrinya.
Penulis
Marinus Mesak Yaung
Mahasiswa Doktoral Hubungan Internasional Unpad Bandung.