Bagian kedua dan terakhir dari dua tulisan
Oleh: Gusmawaty Azhar
Pemerintah Belanda akhirnya khawatir melihat kemajuan pesat sekolah SI. Tan Malaka pun dibuang ke Belanda pada Februari 1922, hanya delapan bulan setelah Tan Malaka mulai mengajar di SI.
Tan Malaka menolak ajakan untuk bergabung dengan pemerintah Sukarno-Hatta karena dia menentang politik diplomasi yang merugikan Indonesia, dan karena kritik-kritiknya pada pemerintah, dia bahkan dijebloskan ke penjara sebagai tahanan politik. Di sisi lain, Tan Malaka juga menolak pemberontakan PKI melawan pemerintah dan bahkan mendukung tindakan pemerintah membungkam pemberontakan itu. Dia menulis (mengomentari pemberontakan PKI 1948):
“Tetapi karena aksi PKI Musso ditujukan kepada pemerintah Republik yang ada sekarang, pertama sekali, urusan dan kewajiban pemerintah inilah pula membela kekuasaannya. Tidak bisa dua kekuasaan tertinggu ada dalam satu negara. Rakyat harus tahu mana pemerintah yang harus diikutinya.” (hal 268)
Pada bulan November 1948, Tan Malaka mengingatkan pemerintah akan terjadinya agresi militer Belanda akibat politik diplomasi yang tak kunjung memuaskan kedua pihak (Indonesia-Belanda). Namun pemerintah tak menghiraukan, dan terus berunding dengan Belanda. Benar saja, Desember 1948, Belanda melancarkan agresi, Sukarno-Hatta ditangkap dan dibuang ke Sumatera. Sukarno-Hatta memerintahkan Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan Darurat RI di Sumatera Barat.”
Sementara itu Jenderal Sudirman mengumumkan kondisi darurat Perang dan memilih jalan tegas untuk melawan belanda melalui perang gerilya. Tindakan Jenderal Sudirman ini sebenarnya sejalan dengan Tan Malaka, yang sejak awal menolak segala bentuk perundingan dengan Belanda. Tan Malaka aktif menyeru rakyat untuk berjuang angkat senjata melawan Belanda.
Ironisnya, militer RI dan lawan-lawan politiknya justru menuduh Tan Malaka ingin memberontak dari RI. Pada tanggal 21 Februari 1949, Tan Malaka ditangkap dan ditembak mati oleh tentara Militer Divisi I Jawa Timur. Dia ditembak mati dalam kondisi Indonesia sedang diagresi oleh Belanda dan pada saat dia sedang memimpin rakyat angkat senjata untuk mengusir Belanda. Sungguh tragis.
PENCARIAN PANJANG KEBERADAAN IBRAHIM DATUK TAN MALAKA
Selama 63 tahun oleh keluarganya menemukan titik terang. Yaitu saat seorang peneliti sejarah asal Belanda, Herry Poeze, menemukan lokasi makamnya tahun 2007 silam.
Keluarga menyambut baik temuan makam di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, itu. Temuan itu lantas ditindak lanjuti dengan beberapa hal untuk meningkatkan keyakinan terhadap keberadaan jasad tokoh pergerakan nasional itu, Wakil Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat mengungkapkan, pada tahun 2009 pihak keluarga telah melakukan tes DNA terhadap tulang yang ada di makam itu. Rangkaian prosesi penjemputan dan pemulangan ini berdasar dari mandat pihak keluarga yang menginginkan jasad Tan Malaka kembali dan pulang ke kampung halamannya.
Prosesi penjemputan dan pemulangan jasad Datuk Ibrahim Tan Malaka dimulai sejak tanggal 16 Februari 2017. Ia berharap makam Tan Malaka mendapat pengakuan resmi dari pemerintah sebagai makam pahlawan.
Peresmian makam Tan Malaka yang digelar pada hari Jumat (14/4/2017) di Nagari Pandam Gadang, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumbar, berjalan dengan khidmat.
Selain peresmian makam Tan Malaka, acara lainnya juga melaunching Tan Malaka House and Library sebagai museum, taman bacaan, dan pusat kajian ekonomi kerakyatan.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon, hadir langsung untuk meresmikan makam Tan Malaka. Fadli Zon menyebut Tan Malaka adalah tokoh penting dalam pendirian Republik Indonesia. Karena itu dia menegaskan kembali bahwa Tan adalah pahlawan nasional, berdasar pada Keputusan. (selesai dari dua tulisan)