sbsinews- Entah karena hal apa, sejak Soeharto berkuasa, tahun 1968 hingga 1999, Tahun Baru Imlek dilarang dirayakan. Bahkan Soeharto secara khusus membuat Instruksi Presiden yakni Inpres Nomor 14 Tahun 1967.
Beruntung, aturan tersebut kemudian dicabut setelah Abdurrahman Wahid menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia ke-4. Gus Dur memberikan kebebasan merayakan Imlek bagi semua masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia.
Melalui Keppres Nomor 19/2001, Imlek ditetapkan sebagai libur fakultatif (hanya berlaku bagi yang merayakan). Pada tahun 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri secara resmi memasukkan Tahun Baru Imlek dalam daftar hari libur nasional. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Keppres Nomor 12 tahun 2014, menghapus istilah ‘China’ dan kembali ke istilah ‘etnis Tionghoa’.
Keputusan itu dianggap penting demi terciptanya suasana bernegara yang bebas dari diskriminasi ras dan golongan. Itulah kita Indonesia tempat dimana perbedaan bukan menjadi hambatan dalam bersaudara. Semula, Imlek adalah merupakan perayaan yang hanya dilakukan oleh para petani di Tiongkok demi menyambut permulaan musim semi setiap tahun. Pada momen ini, mereka saling mengucapkan rasa syukur dan doa harapan agar mendapat rezeki berlimpah di tahun berikutnya.
Mereka juga berkunjung ke makam para leluhur dengan membawa persembahan berupa makanan dan minuman. Mereka sembahyang di tempat ibadah serta menjamu sejumlah kerabat dan tetangga. Sampai dengan saat ini Hari Raya Imlek identik dengan pertemuan semua anggota keluarga. Seperti halnya perayaan dari agama dan budaya lain, Imlek juga dimanfaatkan untuk silaturahmi dan saling berbagi.
Gong Xi Fa Cai 2021
Redaksi SBSINEWS
12 Februari 2021