SBSINews – Wacana penghapusan pendidikan agama menuai kontroversi. Sorotan itu muncul setelah praktisi pendidikan Setyono Djuandi Darmono mengeluarkan pernyataan demikian.

Namun, wacana itu merupakan suatu yang tidak mungkin terjadi. Sebab, pendidikan agama sudah diatur dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Wakil Ketua Umum PPP Reni Marlinawati memastikan pendidikan agama akan tetap hadir di sekolah dan tidak akan dihapus.

Menurut dia, pendidikan agama di semua sekolah Indonesia tidak mungkin bisa dihapus karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas. Dalam UU itu sudah jelas disebutkan bahwa mata pelajaran pendidikan agama menjadi bagian tak terpisahkan dari Sisdiknas.

“Pasal 12 ayat (1) huruf a UU Sisdiknas secara tegas menyebutkan anak didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama,” ujar Reni dalam keterangannya, Minggu (7/7).

Reni menyebutkan bahwa pendidikan agama dibutuhkan untuk memperkuat karakter dan moral peserta didik.

Oleh sebab itu dia tidak setuju dengan tudingan yang menyebutkan pendidikan agama bisa memicu adanya politisasi agama. Agama tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan politik dan kehidupan sosial lainnya. Agama harus menjadi sumber nilai etik dalam kehidupan. Jika ada persoalan agama dijadikan komoditas politik, maka itu merupakan perkara yang berbeda yang tidak bisa dikaitkan dengan materi pendidikan agama di sekolah.

Reni menyayangkan pernyataan praktisi pendidikan Setyono Djuandi Darmono yang menyebut pendidikan agama di sekolah menjadi pemicu politisasi agama. itu sempat menjadi kontraversi beberapa waktu terakhir.

Pernyataan ini merupakan agitasi dan propaganda yang menyulut polemik di tengah publik. Reni meminta Setyono untuk mengklarifikasi pernyataan tersebut. “Publik dibuat resah dengan pernyataan tersebut,” sebut Reni.

“Tudingan terhadap pendidikan agama sebagai pemicu adanya politisasi agama merupakan pernyataan yang offside, ahistoris dan tidak paham dengan sistem pendidikan nasional,” pungkas Reni.

Sebelumnya pihak Jababeka mengklarifikasi pernyataan Setyono Darmono. Klarifikasi itu muncul karena Setyono Darmono merupakan pendiri President University sekaligus Chairman Jababeka.

“Beredar berita bahwa SD Darmono menganjurkan Presiden Jokowi untuk mengeluarkan pelajaran agama dari sekolah. Kami tegaskan bahwa pendapat itu telah menimbulkan salah penafsiran. Untuk itu kami meluruskan,” kata Desk Komunikasi Jababeka Ardiyansyah Djafar dalam keterangan tertulisnya.

Dalam pernyataan tertulis itu Djafar menyatakan beberapa hal. Pertama, SD Darmono sangat peduli pada pendidikan karakter berbasis agama yang mempunyai akar kuat dan sudah mentradisi di Nusantara. Yang dia soroti dan prihatinkan adalah mengapa identitas agama ketika dikaitkan dengan politik malah mendorong munculnya konflik dan polarisasi sosial. Padahal semua agama mengajarkan persatuan dan akhlak mulia.

Kedua, masuknya paham keagamaan yang ekstrem ke sekolah dan universitas mesti menjadi perhatian semua pihak. Karena hal ini merusak kesatuan dan harmoni sosial. Oleh karena itu, materi pembelajaran dan kualitas guru-gurunya perlu ditinjau ulang. Hendaknya pelajaran agama itu lebih menekankan character building dan kemajuan bangsa. Terlebih lagi Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius.

Ketiga, kjika pelajaran agama dalam aspek-aspeknya yang dianggap kurang, itu tanggung jawab setiap orang tua dan komunitas umat beragama. Bisa dilengkapi di masjid, gereja, atau wihara.

Keempat, intinya bukan mengeluarkan pelajaran agama dari sekolah, tetapi sebuah koreksi dan renungan. Apa yang salah dengan pendidikan agama di sekolah. (Sumber: jawapos.com)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here