SBSINews – Bahaya radikalisme mulai memasuki kampus-kampus di Indonesia. Kurang lebih 39 persen kampus-kampus di Indonesia sudah dihuni oknum-oknum yang siap menebar virus radikalisme bagi para mahasiswa. Dengan kata lain, kampus-kampus di Indonesia dianggap menjadi ladang tumbuh suburnya radikalisme.

Demikian hal itu disampaikan oleh Dosen Islamologi STFK Ledalero, Pater Hendrikus Maku, SVD melalui materi Seminar dengan tema Toleransi Dari Perpektif Agama. Kegiatan yang diikuti ribuan Mahasiswa Baru Maumere dan dimoderatori oleh Paulus Lamawitak berlangsung di Aula Nawa Cita Kampus Unipa Maumere, Kamis (9/8/2019).

Pater Hendrikus Maku menjelaskan bahwa pergerakan oknum-oknum yang membawah virus radikalisme sangat cepat dengan tujuan dapat mempengaruhi atau mendoktrin warga kampus. Sesungguhnya kampus yang kumpulan orang-orang hebat menjadi sasaran para kaum radikalis dan fundamentalis agama serta teroris untuk melahirkan teroris-teroris baru. Mahasiswa dianggap sebagai kalangan yang mudah terpengaruh oleh virus yang menghancur bangsa. Mahasiswa dinilai belum memiliki pendirian sehingga mudah dicekoki dengan paham radikalisme.

“Kita harus paham bahwa setiap pergerakan kaum radikalis dapat membahayakan keamanan dan keutuhan bangsa. Fenomena dewasa ini, kampus-kampus di Indonesia termasuk Unipa harus menerapkan model Pendidikan yang mampu menangkal masuknya radikalis,” ujar imam Katolik yang menamatkan studi Islamologi di Roma ini.

Lanjut Pater Hendrik bahwa ada sejumlah tips menangkal virus Radikalisme masuk kampus yakni, pertama, revitalisasi Pendidikan agama di ruang kuliah. Melalui langkah ini, iklim toleransi akan terjaga sehingga setiap mahasiswa mampu menghargai perbedaan baik suku, golongan, ras maupun agama.

Kedua, merancang model Pendidikan yang komprehensif terutama menerapkan model Pendidikan multicultural atau interkultural. Pendidikan multicultural akan menghantar setiap mahasiswa menyadari pluralitas dan kemajemukan sehingga tidak menjadikannya sebagai alasan orang untuk membenci sesama yang berbeda.

Ketiga, dengan melihat kembali formasi tenaga pendidik di kampus sehingga kemajemukan dan pluralitas tenaga pendidik mampu memberi warna dan pengetahuan bagi para mahasiswa di kampus.

“Saya menawarkan agar kampus mendata setiap akun media social milik para mahasiswanya. Media social menjadi alat untuk menebar virus radikalisme dengan begitu gampang. Jika ini dilakukan, maka aktivitas mahasiswa melalui media social dapat dipantau kampus sehingga tidak terlanjur dicekoki virus radikalisme,” ujarnya pater Hendrik. (Sumber: suaraflores.net)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here