Kalimat Serikat Buruh (SB) atau serikat Pekerja (SP) bisa memiliki arti yang sama bagi siapapun yang tidak ada pada sepakterjang sejarah dan perjuangannya. Tetapi bagi yang aktif berada di dalam sejarah berdiri, pergerakan dan perjuangannya sangatlah berbeda makna dua kalimat tersebut, terutama bagi yang berada di Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI).

Untuk di negeri ini, suhu, kondisi dan nuansa embrio kelahiran SP mememiliki sejarah yang berbeda. SP kelahiranya dibidani oleh kepentingan dan kebutuhan pemerintah penguasa untuk menyempurnakan visi dan misinya sebagai operator untuk terwujudnya sistem perekonomian imperialis kapitalis yang membuahkan hasil pembangunan diberbagai lini dan sektor yang semu bagi bangsa.

Dengan demikian SP relatif lebih mudah dan bisa diajak kompromi untuk mengambil kesepakatan dan kebijakan jalan tengah. Sejatinya yang terjadi bukanlah kesepakatan dan kebijakan jalan tengah, tetapi kebijakan yang berpihak kepada konglomerat atau pengusahan dan tanpa disadari telah merugikan bagi kepentingan pihak SP.

Hal yang sangat menyedihkan lagi ternyata sering kali, SP dimanfaatkan untuk  kepentingan politik pemerintah penguasa dengan imbalan yang bersifat kamuflase dan untuk mendapatkan realisasinya-pun harus dengan cara  parlemen jalanan yaitu dengan berdemontrasi turun ke jalan.

Akan tetapi sangat berbeda sekali dengan Serikat Buruh (SB). Kata-kata buruh sudah memiliki konotasi yang sangat heroik, apa lagi sejarah, gerakan dan perjuangannya setelah berserikat, membuat pemerintah penguasa melakukan kalkulasi yang tidak ringan untuk menghadapinya.

Buruh sebenarnya bagian dari aset dan  komponen penting bangsa yang semestinya menjadi prioritas utama keberpihakan pemerintah penguasa di dalam program pembangunan manusia seutuhnya. Buruh sebagai komponen bangsa, selama ini justru eksistensi dan kepentingannya termarginalkan oleh kepentingan pemerintah penguasa.

SB kelahiran dan keberadaanya secara eksplisit tidak pernah diakomodir oleh penguasa, karena di dalam SB ada nilai-nilai kearifan dan jati diri bangsa yang mandiri bersifat universal berupa kadilan dan kemakmuran bersama (welfare state), bukan kepentingan prakmatis dan normatif semata. Dan hal ini bertolak belakang dengan cita-cita dan tujuan imperialis kapitalis yang telah bersenyawa dengan pihak pemerintah penguasa.

Bila boleh dianalogikan, kelahiran dan keberadaan SB seperti halnya bayi yang dilahirkan di tengah-tengah hutan belantara yang dihuni oleh banyak binatang buas yang setiap saat akan mengancam keberadaan dan keselamatanya. Dia harus hidup, bertahan, tumbuh dan berkembang dengan insting dan pemikiran serta potensi yang dimilikinya sendiri.

Sementara nafas perjuangan dan cita-cita hidupnya bukan untuk kepentingan diri sendiri akan tetapi untuk kepenting negara dan bangsa secara luas dan menyeluh yaitu terwujudnya kemakmuran yang berkeadilan. Tetaplah para kaum buruh berserikat, untuk terwujudnya cita-cita besar yang sudah pasti bermanfaat bagi bangsa

Ditulis Oleh: Bisri Musthafa (Federasi MIG DPP SBSI)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here